Oleh : Eddy Way (*)
Dalam struktur organisasi, terutama organisasi publik dan kelembagaan pemerintahan, seringkali penilaian terhadap keberhasilan atau kegagalan terlalu sempit dipusatkan pada capaian-capaian kuantitatif atau ukuran formal semata. Padahal, di balik capaian itu, ada dua pilar dasar yang menentukan arah dan kualitas sebuah organisasi: kepemimpinan (leadership) dan kemampuan tata kelola (managerial).
Keduanya adalah wajah kembar yang membentuk ruh dan tubuh organisasi. Leadership adalah tentang arah, visi, inspirasi, dan keberanian untuk melampaui zona nyaman. Sementara managerial adalah tentang kemampuan teknis, pengorganisasian, konsistensi, dan keteraturan dalam mengelola sumber daya.
Dua hal ini jika keduanya hadir dan bersinergi akan membentuk organisasi yang tidak hanya berjalan, tetapi berlari menuju tujuannya. Namun, jika salah satunya pincang, maka organisasi akan kehilangan keseimbangan, dan jika keduanya buruk, maka organisasi hanya menjadi formalitas tanpa makna.
Untuk itu, ada satu pendekatan konseptual yang dapat digunakan untuk membaca kualitas sebuah organisasi: dengan mengelompokkannya ke dalam empat kategori utama berdasarkan kombinasi leadership dan managerial, yaitu: Leader Baik – Managerial Baik; Leader Baik – Managerial Buruk; Leader Buruk – Managerial Baik; Leader Buruk – Managerial Buruk.
Model ini bisa disebut sebagai kuadran kualitas organisasi. Ia sederhana, namun tajam untuk membaca realitas. Bahkan lebih jauh, kuadran ini bisa dijadikan alat ukur untuk menilai bukan hanya organisasi, tetapi juga individu-individu yang pernah memimpin organisasi tertentu.
- Leader Baik – Managerial Baik
Inilah bentuk organisasi yang ideal. Pemimpin memiliki visi yang kuat, kemampuan komunikasi yang baik, keberanian membuat terobosan, serta integritas yang terjaga. Di sisi lain, organisasi juga ditopang oleh sistem yang rapi, pengelolaan yang disiplin, SDM yang kompeten, serta proses yang terukur dan konsisten.
Organisasi dalam kategori ini biasanya memiliki daya adaptif tinggi, mampu menjawab tantangan zaman, dan secara internal solid serta produktif. Model ini tidak hanya menghasilkan kinerja yang baik, tetapi juga membangun budaya organisasi yang sehat dan penuh kepercayaan.
Sayangnya, dalam realitas, organisasi seperti ini relatif langka. Ia memerlukan kombinasi langka antara kepemimpinan yang inspiratif dan manajemen yang fungsional.
- Leader Baik – Managerial Buruk
Pada kategori ini, pemimpinnya visioner, punya keinginan besar membawa perubahan, tetapi tidak didukung oleh sistem manajerial yang memadai. Banyak ide brilian yang lahir, tapi kerap mentah dalam pelaksanaan karena lemahnya struktur, tidak efisiennya birokrasi, atau lemahnya kapasitas manajerial para pelaksana. Organisasi seperti ini sering tampak “hidup” dari luar karena gerakan-gerakan simbolik pemimpinnya yang kuat. Tapi dalam jangka panjang, organisasi akan mengalami kelelahan sistemik karena tidak mampu mengimbangi energi pemimpinnya. Penyelamatan organisasi dalam model ini memerlukan penguatan manajemen: sistem, SOP, pelatihan SDM, dan optimalisasi struktur organisasi.
- Leader Buruk – Managerial Baik
Organisasi ini tampak teratur dan stabil. Namun, tidak bergerak kemana-mana. Manajemen kuat, tapi hanya menjalankan apa yang rutin dan sudah biasa. Tidak ada keberanian untuk menjawab tantangan baru, tidak ada inspirasi untuk melompat ke level yang lebih tinggi. Pemimpin dalam model ini biasanya hanya “penjaga gawang”, bukan pengarah permainan. Organisasi seperti ini bisa saja mempertahankan kinerja minimum, tetapi kehilangan daya inovasi dan kehilangan arah dalam jangka panjang. Reformasi dalam organisasi ini harus dimulai dari kualitas kepemimpinan: keberanian mengambil risiko, kejelian membaca konteks, serta kemampuan membangkitkan semangat organisasi.
- Leader Buruk – Managerial Buruk
Inilah model organisasi yang banyak mendominasi realitas kita. Pemimpin tidak memiliki arah, lebih banyak reaktif daripada proaktif, miskin visi, dan seringkali terjebak dalam pencitraan semata. Di sisi lain, manajemen organisasi juga buruk: pengambilan keputusan lambat, tidak berbasis data, tidak ada sistem kontrol yang memadai, dan SDM bekerja tanpa motivasi maupun rujukan yang jelas. Organisasi seperti ini berjalan tanpa arah, stagnan, dan hanya menjaga eksistensi formalnya saja. Kinerjanya buruk, tingkat kepercayaan rendah, dan seringkali menjadi sarang konflik internal. Perubahan di sini memerlukan pendekatan radikal. Harus ada intervensi kuat baik pada level kepemimpinan maupun sistem manajerial secara menyeluruh. Jika tidak, organisasi hanya akan menjadi beban struktural tanpa kontribusi nyata.
Pengukuran Organisasi dan Refleksi Kepemimpinan
Dalam konteks ini, mengukur organisasi tidak lagi hanya soal laporan keuangan, serapan anggaran, atau pencapaian program. Yang lebih penting adalah bagaimana organisasi dikelola dan dipimpin. Dan dari sinilah kita dapat menilai sejauh mana seorang pemimpin layak atau tidak. Artinya, menilai kelayakan seseorang untuk memimpin sebuah organisasi di masa depan sebaiknya tidak hanya berdasarkan narasi personal, pendidikan formal, pengalaman pada ruang dan tempat tertentu, atau hubungan politis. Penilaian semacam itu terlalu dangkal. Yang perlu dijadikan acuan adalah rekam jejak organisasi yang pernah dipimpinnya, dan posisi organisasi itu dalam keempat kategori tadi. Jika ia pernah memimpin organisasi yang termasuk kategori Leader Baik – Managerial Baik, maka besar kemungkinan ia memang kompeten. Tapi jika yang bersangkutan pernah berada dalam organisasi kategori Leader Buruk – Managerial Buruk, maka perlu pertimbangan serius dan evaluasi mendalam sebelum memberikan amanah kepemimpinan berikutnya.
Banyak orang merasa layak menjadi pemimpin hanya karena pernah menduduki jabatan tertentu. Padahal, keberadaan seseorang dalam jabatan tidak otomatis menjadikan ia pemimpin sejati. Jabatan adalah posisi, tetapi kepemimpinan adalah kapasitas. Jabatan bisa diperoleh lewat sistem, tapi kapasitas hanya bisa dibuktikan lewat karya dan jejak nyata. Karenanya, dalam pengamatan terhadap figur tertentu, publik harus menuntut lebih dari sekadar cerita tentang diri atau promosi politik. Publik berhak bertanya: Bagaimana organisasi yang pernah Anda pimpin? Masuk kuadran yang mana? Apa perubahan yang Anda hasilkan? Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu tidak memuaskan, maka publik berhak untuk meragukan, bahkan menolak.
Menolak Organisasi yang Salah Kaprah
Sayangnya, banyak organisasi hari ini tidak jujur dalam menilai diri sendiri. Mereka lebih senang memoles citra lewat media, membuat narasi keberhasilan palsu, dan menutup-nutupi kegagalan manajerial maupun kepemimpinan. Ini berbahaya. Karena organisasi yang menipu diri sendiri hanya akan mempercepat kehancurannya. Lebih berbahaya lagi, jika organisasi seperti ini justru melahirkan pemimpin-pemimpin palsu yang kemudian berpindah dari satu jabatan ke jabatan lain, membawa pola dan kerusakan yang sama. Inilah yang membuat perubahan struktural di banyak institusi hanya bersifat kosmetik. Pemimpin datang dan pergi, tapi penyakitnya tetap sama karena tidak ada kejujuran dalam melihat realitas.
Kejujuran sebagai Awal Perubahan
Menggunakan pendekatan empat kuadran leadership–managerial ini dapat menjadi alat yang berguna untuk memperluas cara pandang kita dalam menilai organisasi dan pemimpinnya. Ini bukan soal menyederhanakan, tapi soal menempatkan pengamatan pada tempatnya. Kita harus berani melihat realitas organisasi secara jujur: apakah selama ini kita dipimpin oleh sosok yang punya visi dan mampu mengelola? apakah selama ini kita dipimpin oleh sosok yang punya visi tapi tak mampu mengelola? Atau justru hanya dikelola secara teknis tanpa arah jelas? Atau lebih buruk lagi, kita berjalan dalam organisasi yang tidak punya keduanya? Dan lebih dari itu, saat seseorang menyatakan dirinya layak memimpin atau ingin dipilih memimpin, kita perlu bertanya bukan pada narasinya, tetapi pada jejak organisasi yang pernah dipimpinnya. Karena di sanalah kelayakan sesungguhnya bisa dibaca. Salam Hormat.
(*) Penulis Adalah Aparatur Sipil Negara di Provinsi Papua Tengah.