Catatan Redaksi Petarung.org
Pemahaman terhadap bentang alam karst, seharusnya menjadi landasan utama dalam setiap rencana pembangunan apalagi Maybrat merupakan kawasan karst dan kawan karst bukan sekadar bentang fisik, tetapi ruang hidup yang kompleks, penuh makna ekologis dan sosial bagi masyarakat setempat. Dalam hal, alam dan hutannya yang endemik, seperti ciri khas pohon, ciri khas air, ciri khas ikan dan lain-lain.
Dalam ilmu geologi, kawasan karst adalah bentuk lahan yang terbentuk melalui proses pelarutan batuan karbonat seperti batu kapur dan batu gamping oleh air hujan atau air tanah. Proses ini menciptakan fitur-fitur khas seperti gua, mata air, sungai bawah tanah, dan sistem drainase bawah permukaan yang kompleks.
Di Indonesia, kawasan karst mencakup sekitar 15,4 juta hektar atau 8 persen dari luas daratan nasional. Wilayah-wilayah karst tersebar di berbagai daerah, mulai dari Perbukitan Bahorok di Sumatera Barat, hingga kawasan Pangkep-Maros di Sulawesi Selatan.
Sementara kawasan karst untuk wilayah Papua adalah daerah Biak, mencakup wilayah Papua Barat Daya antara lain Raja Ampat, Sorong Selatan dan Maybrat, sedangkan untuk wilayah Papua Barat adalah daerah Kaimana dan untuk Provinsi Papua Pegunungan adalah Pegunungan Cartenz. Umumnya kawasan karst terbentuk di zona pengendendapan laut dangkal dan terletak di bibir pantai, sepeti di Raja ampat, Sorong Selatan, Kaimana dan Biak
namun, ada pula anomali geologis menarik seperti kawasan karst yang letaknya jauh dari laut dan lokasinya berada di wilayah ketinggian seperti di Pegunungan Cartenz dan wilayah Maybrat (Leonathan Tahoba, Kawasan Karst Maybrat, Fondasi Alamiah Untuk Pembangunan Berkelanjutan)
Ikan Endemik Danau Ayamaru dan Uter
Danau Ayamaru dan Uter adalah sebuah danau yang berada di atas dataran tinggi, dengan hutan karstnya yang unik dengan aneka pohonnya yang endemik. Membuat air danau, suangai dan telaganya yang jernih.
Dibalik kejernihan itu, dihuni oleh spesies ikan unik yang telah sepenuhnya beradaptasi dengan lingkungan air danau ribuan tahun, itulah mahakarya yang sudah Tuhan berikan sejak menjadikan langit dan bumi dan kekayaan itu menjadi milik pusaka orang Ayamaru, Aitinyo dan Aifat serta Mare, dengan memberikan ikan Pelangi atau yang lasim di kenal dengan nama ikan hias sebagai ikan endemik danau Ayamaru dan Uter selain ikan mujair, ikan mas, ikan spat, udang, sudah menjadi endemik danau.
Namun dibalik ketenangan permukaannya, kedua danau ini menyimpan kisah evolusi yang kelak luar biasa pelik, dengan kehadiran ikan predator sekelas ikan nila dan ini menjadi sebuah ancaman. Kekawatiran ini hanya soal ikan langkah, ikan pelangi mampu bertahan dan berkembang biak di danau air tawar yang terisolasi dan terancam punah dan kita malah menebar benih 10.000 ikan predator lagi hidup di danau bersama ikan pelangi, seperti yang dikhawatirkan oleh Marten Luter Salossa, pemerkati ikan endemik danau Ayamaru dan Uter.
Kita tau bersama bahwa, kisah ikan hias menjadikan danau Ayamaru dan danau Uter bukan sekadar keajaiban geologis, tapi juga laboratorium alami bagi studi adaptasi ekstrem. Fenomena ini juga menantang pemahaman ilmiah kita tentang ikan predator, yang membuka jendela baru terhadap dinamika evolusi, di lingkungan tertutup seperti danau Ayamaru dan danau Uter.
Fenomena bertahan hidup, dari saling memburuh antara ikan Gastor vs ikan Pelangi dan ikan Nila vs ikan Pelangi, jelas-jelas mengancam ikan Pelangi sebagai ikan endemik. Ikan hias atau ikan pelangi di danau Ayamaru dan Uter, yang sepenuhnya siap beradaptasi dengan lingkungan air tawar yang dikelilingin ikan predator (pembunuh) sementara spesies ikan pelangi itu kecil. Ikan hias di danau Ayamaru dan Uter ini, kian terancam punah dan kita manusia Maybrat justru ikut menyuburkan kepunahan ikan langkah itu.
Nila adalah satu populasi yang terisolasi dalam waktu yang relatif singkat, adaptasi mereka tidak hanya bersifat fisiologis tetapi juga ekologis, namun kemampuan untuk berburu dan berreproduksi di lingkungan baru terutama di danau Ayamaru dan danau Uter dan itu jelas, kelak mengancam ikan Pelangi.
Maybrat punya ikan endemik di danau Ayamaru dan danau Uter dan ikan endemik itu ikan pelangi, bukan ikan nila. Masyarakat Maybrat harus tau bahwa kondisi hari ini perkembangbiakan ikan pelangi sangat lambat dan populasinya di dua danau ini sudah sedikit, toh kita malah menebar ribuat bibit ikan hama dan predator untuk hidup bersama-sama ikan pelangi.
Spesies kecil ini (Ikan Pelangi) siap hidup berdampingan dengan ribuan ikan predator, yang sebelumnya sudah ada seperti Gastor dan kini orang Maybrat malah menambah lagi 10.000 ikan Nila yang ditebarkan di danau Ayamaru dan Uter. Itu yang menjadi kekawatiran tersendiri, bagi mereka yang selama ini konsen sebagai pemerhati ikan endemik di wilayah Maybrat.
Soal balas budi, soal pendekatan anggaran dan pendekatan pemberdayaan, untuk masyarakat itu baik. Namun jauh lebih baik, pembangunan yang kontekstual dengan kondisi dan kearifan lokal warga Ayamaru, Aitinyo dan Aifat serta Mare. Bukan sebaliknya pembangunan yang saling menghilangkan.
Tebar benih 10.000 Udang atau tebar benih ikan mas 10.000 ke danau Ayamaru atau danau Uter itu tidak papa, namun pemerintah dengan program bantuan oknum anggota DPD RI justru tebar ikan Nila (ikan predator) yang di negara Indoensia juga larang, tapi kita tetap tebarkan ke danau. Sementara di danau Ayamaru dan Uter ada hidup jenis ikan yang mulai punah di dunia, yaitu ikan Pelangi dan sebagai orang Maybrat kita malah ikut dalam upaya pemusnahan ikan endemik ini kedepan.
Untuk Keluar Dari Msalah Ini
Untuk akhiri polemik ini dan Maybrat tetap menuju pembangunan berkelanjutan. Kedepan, pembangunan di Maybrat harus diarahkan pada pendekatan yang lebih humanis dan ramah lingkungan. Kajian menyeluruh, terhadap bentang alam karst menjadi prasyarat utama.
Karena jika satu aspek terganggu, maka keseluruhan sistem bisa runtuh dan itu menjadi awal dari bencana baru (kepunahan ikan pelangi) ke depan. Ingat, kawasan karst bukan hanya cerita geologi, tapi kisah hidup yang menyatu dengan alam dan manusia.
Kabupaten Maybrat punya kesempatan emas untuk menjadi contoh pembangunan yang berpijak pada pengetahuan lokal, kearifan lokal dan ilmu alam. Namun, semua itu hanya bisa terwujud jika kita mulai dari satu hal sederhana, tapi mendasar yaitu menghormati tanah tempat kita berpijak, menghormati danau dimana kita jadikan dasar sebagai filosofi suku. Mari jaga alam kita untuk masa depan yang berkelanjutan demi anak cucu.
Saudara Agustinus Kambuaya adalah putra terbaik masyarakat Maybrat, begitupun Marten Luter Salossa juga putra terbaik masyarakat Maybrat di bidangnya, jadi untuk kepentingan Maybrat dan kepentingan masyarakat dan kepentingan lingkungan alam yang berkelanjutan kita harus tunduk pada satu kepentingan besar yaitu kepentingan geologis dan kepentingan kesejahteran masyarakat Maybrat.
Mohon pemerintah Kabupaten Maybrat dalam hal ini dinas terkait, Dinas Perikanan dengan semua penyuluh perikanannya, bisa ambil bagian dalam mengahiri dinamika ini. Edukasi kepada masyarakat lokal, penting dilakukan guna mengurangi polemik pro kontra di masyarakat dan tentu melihat kebaikan bersama untuk anak cucu.
Tebar 10.000 benih ikan Nila, itu baik. Namun memperhatikan kondisi ekologis dan spesies ikan endemik juga baik, jadi mohon dinas terkait terutama Penyuluh Perikanan Maybrat, penting untuk ambil langkah tegas soal ini.
Danau Ayamaru dengan segala keanekaragaman hayatinya, danau Uter dengan segala keindahannya kini perlahan mulai rusak akibat endapan tanah, gusuran pembangunan. Rusak akibat ancaman sampah dan ulah perilaku manusia yang tidak sadar akan lingkungan.
Satu lagi polemik yang nyata tentang danau Ayamaru dan Uter adalah tentang memperingati HUT Maybrat ke 16 yang kemudian di lakukan penebaran 10.000 bibit atau benih ikan Nila oleh Agustinus R. Kambuaya, S.I.P, S.H, Anggota DPD RI/MPR RI Dapil Provinsi Papua Barat Daya yang kemudian menjadi pelemik di kalangan masayarakat pemerhati ikan endemik danau Ayamaru dan Uter.
Terkait polemik surat dengan Nomor: 043/DPD/PBD/V/2025. Perihal: Pelepasan Bibit Ikan. Dimana isi surat tersebut bahwa dalam rangka HUT Kabupaten Maybrat yang ke 16. Akan diberikan bantuan 10.000 ekor ikan Nila ke pemerintah daerah Kabupaten Maybrat
Serta memohon kepada bapak Bupati, untuk turut serta melepaskan bibit ikan Nila sebanyak 10.000 ekor ke danau Ayamaru dan danau Uther. Kegiatan diadakan pada hari Senin,05 Mei 2025, jam 11:00, tempat Danau Uther dan Danau Ayamaru itu adalahan sesuatu yang fatal.
Bagi kalangan pemerhati lingkungan danau Ayamaru, selama ini konsen menjaga ikan khas danau Ayamaru, seperti ikan hias atau ikan pelangi (Raeinbow fis), ikan mas, ikan sepat dan udang. Sementara ikan endemik yang disinyalir akan terncam dengan kehadiran ikan nila adalah ikan spesies kecil seperti ikan pelangi.
Ikan nila, bukan ikan endemik danau Ayamaru. Justru kehadiran ikan nila menurut pemerhati lingkungan yang konsen melindungi ikan hias atau ikan pelangi di danau Ayamaru, mereka mengkhawatirkan kondisi ini akan memperburuk keberadaan ikan endemik danau Ayamaru dan Uter yang sudah langkah.
Sebagai informasi, untuk masyarakat Maybrat dan pemerintah kabupaten Maybrat, Ikan Nila termasuk spesies ikan Invasif yang dilarang. Adapun aturan negara yang telah melarang hal ini dan aturan lrangan itu diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/Permen-KP/2020.
Kita telah ketahui bersama bahwa danau Ayamaru dan danau Uther merupakan Kawasan karst, bukan sekadar bentang fisik, tetapi ruang hidup yang kompleks, penuh makna ekologis dan sosial bagi masyarakat setempat. Dalam hal alam dan hutannya yang sangat endemik, mulai dari ciri khas pohon, ciri khas air dan ciri khas ikan air tawar baik di danau Ayamaru dan danau Uter.
sekali lagi memiliki spesies ikan Pelangi, Melanotaenia boesemani’ dan yang harus jadi perhatian semua orang bahwa ikan pelangi telah dimasukkan sebagai spesies ikan yang terancam, dan data itu dilaporkan oleh salah satu lembaga dibawa naungan PBB yaitu IUCN-List.
Alangkah baiknya, budiya ikan nila harus dibudidayaan dengan cara budi daya ikan air tawar. Bantuan budidaya ikan air tawar yang dilakukan oleh masyarakat dengan kolam-kolam mandiri di darat dan tidak boleh disebarkan secara langsung (ikan Nila) ke danau baik itu sebarkan langsung ke danau Ayamaru dan Uter.
Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan di Maybrat, harus diarahkan pada pendekatan yang lebih humanis dan ramah lingkungan. Kajian menyeluruh terhadap bentang alam karst, menjadi prasyarat utama. Tak hanya untuk kehutanan dan pertanian, tetapi juga untuk pariwisata berkelanjutan (sutainable tourism) dan pengembangan kawasan perkotaan. Ekosistem karst adalah sistem yang saling terhubung, jika satu aspek terganggu, maka keseluruhan sistem bisa runtuh dan itu menjadi awal dari bencana, baik bencana alam (kepunahan ikan endemik) maupun bencana sosial. dinama danau Ayamaru yang menjadi filosofi penamaan suku bagi sub suku di wilayah Maybrat. Jika danau Ayamaru dangkal, jika danau Ayamaru penuh dengan sampah dan jika endemik ikan air tawar danau ayamaru punah, apa yang mau dibanggakan dari danau Ayamaru, apa yang mau dibanggakan dari danau Uter.
Kawasan karst bukan hanya cerita geologi, tapi kisah hidup yang menyatu dengan alam dan manusia. Kabupaten Maybrat punya kesempatan emas, untuk menjadi contoh pembangunan yang berpijak pada pengetahuan lokal dan ilmu alam.
Namun semua itu hanya bisa terwujud jika kita mulai dari satu hal sederhana, tapi mendasar, yakni menghormati tanah tempat kita berpijak. Mari jaga alam kita, untuk masa depan yang berkelanjutan demi anak cucu.
Sekali lagi ARK juga berniat baik untuk program yang berkelanjutan dan berikan bantuan 10.000 ekor ikan nila ke pemerintah daerah kab. Maybrat serta memohon kepada bapak Bupati untuk turut serta melepaskan bibit ikan nila, sebanyak 10.000 ekor ke danau Ayamaru dan danau Uther. Program ini menurut para pemerhati yang konsen untuk menjaga ikan endemik danau Ayamaru dan Uter, mereka menilai itu suatu program yang fatal karena mengancam kepunahan ikan Pelangi (Ikan Hias).
Terutama sebagai aktivis dan pemerhati lingkungan dan kami menyarankan untuk segera batalkan kegiatan dimaksud dan bisa diganti dengan kegiatan lainnya, seperti menabar 10.000 benih udang air awar, atau menabar 10.000 benih ikan mas, atau ikan mujair itu jauh lebih baik karena itu lebih ramah lingkungan. Seperti yang diharapkan Salossa dalam surat terbukanyaa yang dirilis Sabtu, 3 Mei 2025. pada akun media sosialnya dan rilis kepada Petarung.org.
Ia menambahkan, pelepasan bibit ikan invasif ke perairan alamiah yang di dalamnya masih terkandung berbagai macam spesies endemik seperti ikan dan fauna akuatik lainnya dapat menurunkan populasi endemik tersebut dan mengganggu ekosistem lokal khas danau Ayamaru dan Uter seperti ikan Melanotaeniidae atau ikan Pelangi atau Rainbowfishes merupakan famili ikan kecil yang membawahi seluruh spesies ikan pelangi yang mudah terdampak.
Sehingga untuk akhiri polemik ini, saran kami agar pemerintah Kabupaten Maybrat lewat dinas terkit yakni dinas perikanan dan seluruh penyuluh perikanannya untuk segera bertindak memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dinamika ini.
Dilain sisi, tebar ribuan benih ikan nila itu baik, namun jauh lebih baik penebaran itu tidak mengancam kelangungan hidup ikan endemik danau yang sudah mulai punah. Ikan nila itu ikan predator yang dilarang di Indonesia, sementara di danau Ayamaru dan danau uter ada hidup ikan yang juga spesiesnya sudah punah dan harus dilindungi.
Namun justru kita orang Maybrat, sendiri ikut wujudkan kepunahan ikan pelangi sebagai ikan endemik danau Ayamaru dan Uter kelak. Saran kami, pihak dinas perikanan segera menyikapi dinamika ini. SALAM (*)