Maybrat, Petarung.org- Intelektual muda Maybrat, Imanuel Tahrin, ST mengapresiasi penggunaan simbolisasi Bubu (Wata) sebagai replika mimbar GKI Jemaat Ebenheser, Yukase, Distrik Ayamaru Utara, Kabupaten Maybrat, sebagai upaya mempertahankan identitas budaya untuk mengisahkan kehidupan masyarakat Maybrat di Danau Ayamaru.
Sebagai bagian dari mengeksplorasi pemanfaatan bubu atau wata, alat tradisional penangkap ikan masyarakat Maybrat di belahan danau Ayamaru yang dijadikan ornamen pada mimbar gereja fokusnya pada bagaimana simbol ini tidak hanya merepresentasikan kehidupan sehari-hari masyarakat tetapi juga menjadi bagian dari narasi iman yang kontekstual.
“Hal menunjukkan bahwa integrasi budaya lokal dalam simbol-simbol gereja menjadi bentuk perlawanan terhadap homogenisasi budaya serta strategi mempertahankan identitas etnis Maybrat dalam konteks religious,” ujar Tahrin saat menghubungi Petarung.org via pesan wahtsapp Selasa (3/6/2025).
Ia menambahkan, bubu adalah alat penangkap ikan tradisional yang digunakan secara turun-temurun di Danau Ayamaru. Dalam konteks modern, benda ini mulai kehilangan peran fungsionalnya, namun tetap menyimpan nilai historis dan identitas budaya.
Gereja telah mengambil langkah inovatif dengan menjadikan wata sebagai ornamen utama di mimbar, sebagai simbol penjala manusia dalam konteks Alkitabiah,” ujar pemuda peduli tataruang wilayah Maybrat ini.
“Penggunaan ornament ini, membuka ruang bagi diskusi tentang inkulturasi iman dan budaya. Bubu bukan sekadar alat menangkap ikan, melainkan simbol kerja keras, kebersamaan, dan keberlanjutan hidup,” ujarnya.
Penerapan bubu di mimbar menunjukkan adaptasi nilai-nilai Kristen dalam konteks budaya lokal. pemimpin gereja melihat simbol ini sebagai jembatan teologis yang menjembatani iman dan tradisi. Jemaat merasa lebih dekat secara spiritual karena gereja mencerminkan identitas mereka.
“Penggunaan wata di mimbar gereja menjadi bentuk nyata pelestarian budaya dan identitas lokal dalam konteks spiritualitas Kristen. Praktik ini memperlihatkan bagaimana budaya dan agama dapat berjalan beriringan tanpa saling meniadakan,” ujarnya. (CR1)