Susumuk, Maybrat – Di Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, tersembunyi sejumlah nadi kehidupan yang kini memudar. Salah satunya Sungai atau Kali Susumuk yang berada di Kampung Susumuk, Distrik, Aifat.
Kali yang bersumber dari celah-celah bebatuan kapur (karts) ini mengalir melewati jalan utama di Kampung Susumuk, yang menghubungkan Kumurkek, ibu kota Kabupaten Maybrat.
Dulunya, aliran air jernih sebening kristal ini bukan sekadar sungai biasa. Bersama kali lain yang disebut ‘Tahite’ oleh warga Kampung Susumuk, kedua kali ini tidak hanya menjadi pusat penyangga kehidupan, tapi juga pusat spiritual, tempat orang tua terdahulu melakukan ritual adat.
Sayangnya, seiring dengan geliat pembangunan, perluasan jalan penghubung, pemekaran kampung dan pertambahan penduduk, Kali Susumuk atau disebut juga Kali Libur, perlahan tercekik. Dari 43 titik mata air yang dulu memancar cari celah-celah bebatuan kapur lalu membentuk aliran kali Susumuk, kini hanya tersisa 18 titik mata air yang masih setia mengalir.
Sementara sisanya sebanyak 25 telah berhenti mengalir. Kondisi ini disebabkan oleh degradasi tutupan hutan sebagai penyangga di sekitar Kampung Susumuk sehingga menyisakan kekhawatiran mendalam akan masa depan sumber kehidupan masyarakat.

Tak hanya itu, Kali Susumuk juga telah tercemar oleh sampah yang dibuang warga di pinggir jalan raya dan terbawa oleh banjir saat musim hujan hingga masuk ke area sekitar aliran sungai.
Di tengah keprihatinan ini, sebuah harapan besar muncul dari inisiatif akar rumput. Sekelompok pemuda berjiwa pejuang, yang menamai diri Komunitas Peduli Tata Ruang (Petarung) Maybrat, hadir untuk membangkitkan kembali semangat pelestarian alam, budaya dan warisan leluhur orang Maybrat.
Kelompok swadaya yang berbasis di Kampung Susumuk ini bertekad untuk tidak melihat masalah sebagai kendala, tetapi juga adanya potensi untuk restorasi lingkungan. “Kali Susumuk ini awalnya adalah tempat pemali bagi leluhur kami. Sebuah area yang sangat dihormati, tempat ritual sakral untuk menjaga keseimbangan alam dan spiritualitas,” tutur Manuel Tahrin, salah satu pendiri Komunitas Petarung, mengenang masa kecilnya.
Pada Mei 2025 lalu ia memandu tim Petarung melakukan survei terhadap kondisi mata air Kali Susumuk dan kondisi vegetasi di separuh hutan yang menjadi penyangga bagi kali ini. Saat tim sampai di tengah hutan penyangga yang tampak damai oleh aliran sungai yang tenang, Manuel menerawang sejenak. Ia mengingat masa kecilnya saat kondisi kali dan hutan sekitar masih sangat alami.
Namun, perubahan yang begitu cepat membawa dampak yang tak terhindarkan. “Setelah perkembangan dan pemekaran kampung, kami menghadapi persoalan serius. Sampah mulai mencemari, penebangan pohon terjadi tanpa kontrol, dan alam seakan menangis karena ulah kita sendiri,” keluhnya.
Mata air yang dulunya melimpah kini mulai menyusut, sebuah peringatan nyata akan kerusakan yang terjadi. Pertanda bahwa kondisi ekologis sungai sebagai bagian dari sumber pelengkap kehidupan manusia di alam mulai terdegradasi.

Visi Pemulihan: Tata Ruang, Reboisasi, dan Perubahan Pola Pikir
Melihat kondisi yang kian memprihatinkan ini, Komunitas Petarung tak bisa tinggal diam. Mereka terpanggil untuk bertindak. Tidak hanya menggerakan warga untuk membersihkan kali Susumuk, tetapi juga dengan mengedukasi dan mendorong perubahan fundamental dalam pola pikir masyarakat.
Visi mereka jelas dan ambisius: mengembalikan keseimbangan ekologis Kali Susumuk beserta sungai/kali lain di sekitarnya, mendorong pelestarian lingkungan beserta praktik pertanian yang berkelanjutan demi masa depan Maybrat yang lebih hijau. Sebab selama ini praktik pertanian tradisional dengan sistem perladangan berpindah (wood varving) telahmenjadi salah satu penyumbang degradasi hutan di Maybrat.
Robertus Nauw, pimpinan redaksi Petarungpapua.org, menekankan urgensi tindakan. “Kami menyadari bahwa ada masalah di Kali Susumuk dan persoalan lingkungan yang serius di beberapa spot unggulan di Maybrat seperti Danau Ayamaru dan Danau Uter,” jelasnya.
Menurut Robert, persoalan lingkungan yang kini mewarnai geliat pemekaran Kabupaten Maybrat, bukan hanya soal pencemaran sampah semata. Ada kebutuhan mendesak untuk menata ulang ruang hidup masyarakat dan perlunya membangun perilaku yang ramah terhadap pelestarian alam (ekologi).
Selain itu perlunya melakukan aktivitas penanaman kembali (reboisasi) secara besar-besaran pada kawasan hutan yang terdegradasi. “Ini agar kondisi ekologis beserta mata air yang mati bisa kembali mengalir,” harapnya.
Ia menambahkan, kesadaran akan pentingnya menanam kembali pohon, menjaga resapan air, dan melestarikan hutan adat adalah kunci utama untuk keberlanjutan. Sebab tanpa hutan, air tidak akan ada.
Sementara itu, Samuel Tahrin, anggota komunitas Petarung lainnya juga menyoroti pentingnya perubahan perilaku masyarakat. “Pesan utama kami kepada warga adalah: jangan buang sampah sembarangan lagi di Kali Susumuk. Ini kitong punya kidup,” kata Samuel dengan nada mengajak.
“Mari kita mulai berkebun secara ramah lingkungan dengan memanfaatkan lahan yang ada secara efektif. Mengubah pola perladangan berpindah yang selama ini merusak hutan.”
Samuel menjelaskan bahwa dengan upaya mengembangkan tanaman lokal yang sesuai dengan karakteristik tanah Maybrat, masyarakat bisa mendapatkan hasil panen yang berkelanjutan tanpa harus membuka lahan baru secara destruktif. “Kami ingin masyarakat Maybrat bisa sejahtera dari tanah mereka sendiri, tanpa merusak lingkungan yang telah memberikan segalanya.”
Masa Depan Hijau Maybrat
Inisiatif Komunitas Petarung Maybrat adalah cerminan kuat dari semangat lokal untuk menjaga warisan alam. Mereka tidak hanya membersihkan sungai secara fisik, tetapi juga mengedukasi warga tentang pentingnya ekowisata, pengembangan komoditas tanaman lokal yang berkelanjutan, dan penghijauan kembali lahan-lahan kritis.
Petarung kini juga aktif mensosialisasikan pentingnya pembangunan berkelanjutan, seperti yang ditampilkan melalui platform media www.petarungpapua.org. Dengan semangat gotong royong, edukasi yang berkelanjutan, dan tekad baja, Komunitas Petarung Maybrat membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil.
Dari kesadaran akan pentingnya menjaga setiap tetes air dan setiap jengkal tanah, bersama berjuang untuk sebuah masa depan hijau yang terus terjaga. Tidak hanya Kali Susumuk dan sejumlah spot alam Maybrat bisa terjaga kelestariannya, tetapi tetap menjadi simbol kehidupan maupun harapan bagi seluruh masyarakat Maybrat. (Julian Haganah Howay)