Sorong, Petarung.org- Aktivis Lembaga Intelektual Tanah Papua (LITP) Cabang Sorong, Robertus Nauw mengatakan konflik horizontal yang sering terjadi melibatkan anak-anak di lingkungan kilo meter 8 Kota Sorong adalah masalah sosial yang akan terus terjadi di Kota Sorong. Terutama terkait dengan masalah Kamtibmas, masyarakat mohon jangan melihat konflik sosial di Kota Sorong sebagai suatu masalah yang semata-mata hanya konflik biasa yang sekedar kita memberi stikma buruk bagi masarakat asli Papua.

Apalagi melihat bentrok antar warga, sebagai hal yang kemudian diskreditkan suku dan sub suku tertentu dalam hal ini, suku besar IMEKO dan salah satu sub suku mereka yang selalu mendapat stigma buruk di Kota Sorong yakni sub suku Kokoda.

“Mohon agar konflik sosial di Kota Sorong tidak melihat stikma itu dan melebelkan bagi mereka. Apa yang dialami oleh saudara-saudara kita asal Kokoda di Kompleks km 8 Kota Sorong bisa jadi adalah bentuk daripada marginalisasi dan pengalaman buruk yang mereka lalui dikota ini” ujar Robert kepada Petarung.org Kamis, (17/4/2025).

Ia menambahkan, generasi muda di Km 8 Sorong terus alami kehilangan ruang hidup, terutama di 6 RT di kelurahan Klasabi, dalam pendampingan kami mayoritas anak-anak muda di sini bekerja sebagai tukang parkir, mulai dari juru parkir di bandara DEO, Fave hotel, Mega Mall, Bone, toko 35, Paragon sampai area Km 10. Semua lokasi ini awalnya mereka punya lahan parkir dan tempat cari makan namun semua lokasi itu, hari ini jatuh ke tangan suku lain dan paguyuban lain yang menguasai parkiran, sehingga mau tidak mau mereka terus tersingkir.

“Hari ini kita lihat, semua pekerjaan mereka diambil alih oleh orang lain kemudian mengambil alih mata pencaharian mereka, pekerjaan mereka tidak ada, lapangan pekerjaan mereka di parkiran diambil alih dan disabotase oleh orang lain, kekerasan dan konflik sudah pasti rentan dialami oleh mereka, apalagi mereka parkir liar di lahan parkir pasar sentral yang sudah milik pemuda di area sekitar, otomatis benturan sedikit tetap konflik” tandasnya.

Ia menjelaskan, sebenarnya ruang hidup mereka sudah terancam dan hal ini yang harus pemerintah Kota Sorong lihat dan segera membuat satu kebijakan yang berpihak kepada pemuda di wilayah Km 8,

Pemerintah segera memanggil pengelola parkir yang ada di toko Mega pengelola parkir yang ada di Paragon pengelola parkir yang ada di beberapa toko besar yang ada di sini untuk memberikan ruang hidup bagi anak-anak muda terutama kelola lahan parkir

Pemerintah ikut dan menciptakan ruang hidup bagi anak-anak muda yang ada di lingkungan ini sehingga tidak ada konflik sosial, minimalisir kenakalan Kamtibmas dan lain-lain jadi stigma stigma buruk yang disampaikan bahwa mereka adalah malas, mereka adalah pencuri mereka adalah pemabuk mereka adalah preman, aibon dan alain-lain seperti yang selalu dicitrakan oleh media, oleh konten kretor dan youtuber yang selalu numpang tenar dan melihat konflik mereka soal parkiran sebagai suatu masalah biasa dan diskreditkan mereka dengan bawa nama suku dan sub suku itu adalah hal fatal.

“Mohon pemerintah Kota Sorong agar melihat hal ini dan segera memberi akses agar mereka kembali mengelola parkiran di area Mega Mall atau Paragon karena anak-anak ini sebenarnya mereka orang baik, mereka hanya kehilangan ruang-ruang hidup, sehingga memaksa mereka lakukan hal begini” ujarnya.

Mereka generasi Papua yang  bisa diatur dan lain-lain hari ini kita melihat masalah sosial yang terjadi, masalah terancamnya lapangan pekerjaan, hilangnya ruang-ruang hidup, pekerjaan mereka di sini adalah parkiran dan anehnya semua lahan mereka terancam dan tidak menjaga, hal ini yang membuat mereka selalu berbenturan di jalanan hanya soal mata pencaharian dan mempertahankan hidup lewat kerja-kerja parkir liar. saol kronologis konflik, soal benar salah itu persoalan hukum, namun jangan lupa kesenjangan ekonomi juga bisa menyebabkan ketegangan, kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok tertentu juga dapat menyebabkan konflik.

“Konflik ini akar masalahnya belum pasti, semoga bukan semata-mata hanya soal akumulasi bagaimana mempertahankan ruang hidup mereka, apakah pemerintah ingian biarkan mereka sebagai pencuri mereka sebagai pemabuk mereka sebagai anak-anak muda Papua yang kehilangan harapan ini kan tidak mungkin segera pemerintah cari solusi yang adil untuk atasi masalah ruang hidup generasi muda di lingkungan Km 8 ini, Kesenjangan ekonomi antara kelompok dapat menyebabkan konflik, dan di area Km 8 sorong saya yakin hal ini yang melatarinya.” ungkap Robert yang juga pengorganisir parkir di Kota Sorong. (CR1)