Oleh : Reiner Bove (*)
Menjadi Manusia Baru Dalam Politik, Sejauh yang saya pahami bahwa menjadi “baru” artinya manusia dalam perhelatan politik, selalu berkonotasi buruk, berwajah bias dan ganda. Maka kata “baru” dimaknai sebagai hal yang baik dan lurus sebagai manusia yang bermartabat.
Politik kerap kali direduksi sebagai kancah perebutan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, termasuk pengorbanan lawan atau kawan politiknya. Padahal semua politikus mengetahui bahwa, martabat manusia tidak boleh dikorbankan atas nama politik. Manusia tidak boleh berubah menjadi tidak bermartabat, hanya karena masuk ke dalam dunia politik.
Tidak seharusnya, politik itumenghancurkan martabat manusi, uraian berikut ini, saya mencoba menggali unsur-unsur vital yang mesti di bangun dan kendala yang mesti di hindari dalam berpolitik.
Dasar Pemikiran
Manusia seperti apa yang dipikirkan, sikap dan tindakan seseorang mengalir dari semua yang dia pikirkan, jika ingin membentuk manusia “baik” dan “lurus” dalam berpolitik mesti dimulai dari tataran pikiran, dengan cara membangun kesadaran politik lewat pendidikan politik, yang selaras dengan tujuan politik.
Tujuan politik yaitu bonum commune (kesejahteraan umum) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk membangun kesadaran politik dibutuhkan forum-forum pelatihan, forum pendidikan politik mulai dari tingkat komunitas. Dari lingkungan masyarakat yang paling kecil, hingga lingkup nasional. Penting ditanamkan penghargaan terhadap HAM, yang melekat dalam diri setiap orang, kebiasaan bersikap adil, dan pilihan untuk hidup damai sejahtera.
Selain membangun kesadaran politik “Menjadi manusia baru dalam berpolitik” adalah terkait juga dengan keseriusan dalam melatih pikiran yang terbuka dan kritis terhadap isu-isu politik, setiap warga negara yang kritis mesti terlatih untuk menemukan akar persoalan yang biasanya dijadikan komoditi janji-janji kampanye. Setiap opini harus mendorong masyarakat luas untuk menagih janji-janji politik tersebut, lewat jalur konstitusional dan bukan sekedar mengorbankan demo huru hara yang tak tentu arah yang tidak ada targetnya.
Etika dan estetika politik
Pesta demokrasi yang seharusnya melahirkan sukacita bukan permusuhan, politik membutuhkan etika dan estetika yang terkait dengan lisan “juru bicara” dan para pelaku kampanye walaupun mereka menata pilihan kata dan membuat diksi yang santun untuk menarik simpati para pemilih. Narasi lisan politik yang berpegang teguh pada ungkapan yang etis, justru akan mendapat legitimasi dari masyarakat luas karena bentuk narasi lisan yang etis terungkap pada sikap menolak tegas kampanye hitam, ujaran kebencian dan fitnah yang menjurus pada politik identitas Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA).
Pesta demokrasi harus sungguh-sungguh menjadi momen berharga, karena biayanya mahal untuk membangun estetika politik. Dalam konteks politik prakti di Kabupaten Maybrat yang punya motto “Nehaf Sau Bonot Sau” (Satu Hati Satu Komitemen/Tujuan) amat penting untuk dibangun kolaborasi dan dialog lintas SARA. Setiap hati, rasa, budi dan kehendak baik dari semua masyarakat Maybrat, akan digetarkan oleh dialog-dialog antar sub suku yang intens.
Kemajuan suatu negara tidak boleh hanya direduksi dalam kaitan dengan ekonomi dan teknologi, tetapi juga budaya (kultur). Budaya sangat dibutuhkan untuk membangun peradaban manusia. Kemajuan ilmiah yang luar biasa, kemampuan teknis yang menakjubkan, pertumbuhan ekonomi yang sangat mencengangkan. Bila tidak disertai dengan perkembangan etika dan estetika dalam kehidupan sosial-politik dan moral masyarakat, akhirnya justru akan berbalik menghancurkan sikap humanis manusia itu sendiri.
Tindakan pejabat dan pembangun sistem politik
Pada akhirnya, jika pelaku politik berhasil memenangkan hati rakyat sebagai pemilih dan menduduki jabatan publik, ingat itu bukanlah esensi untuk kelak bermegah diri, melainkan fungsi untuk melayani. Tugas utama pejabat publik adalah memperjuangkan kesejahteraan umum. Selain itu, seorang pejabat publiK yang baik dan lurus, akan menggunakan kesempatan masa jabatannya untuk membangun sistem politik dengan kerja nyata dan kerja yang berdampak bagi masyarakat, maka bukan tidak mungkin posisi anda sebagai pejabat publik itu akan mendapat nilainya tersendiri.
Baik itu dari segi ingin membangun penataan yang seimbang, bangun relasi dan kerja sama antar anggota masyarakat, antar masyarakat dan pemerintah lewat kehdiran negara, antar negara dan dunia. Maka hal ini menjaga perdamaian dalam bernegara, Dalam tingkat tata negara pentingnya membangun relasi menyeluruh dalam masyarakat, pengaturan struktur dan penggunaan kekuasaan negara yang adil dan menjamin hak-hak dasar warga negara, sesuai dengan undang-undang dasar yang berlaku. Maka dalam tata bernegara, kelak menjadi hubungan baik antar pejabat publik tersebut dengan masyarakat akar rumput. Hubungan baik yang penuh etika dan estetika politik ini, akan menjadi sebuah nilai mutualisme yang menguntungkan mereka yang menjadi pejabat publik dan juga masyarakat akar rumput. Disitulah menjadi manusia baru dalam politik itu lahir. SEMOGA
(*) Penulis Adalah Intelektual Muda Maybrat