Kepala Kepolisian Resor Sorong Kota, Papua Barat Daya, pada 5 Mei 2025 lalu mengumumkan penangkapan dan penetapan tersangka kasus makar atas empat orang berinisial AGG, PR, MS, dan NM. Mereka diketahui sebagai pengurus Negara Federasi Republik Papua Barat (NFRPB).

Laporan media menyebut, para tersangka diduga mendatangi Kantor Wali Kota Sorong, Kantor Gubernur Papua Barat Daya, Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya, Ditpolairud Polda Papua Barat Daya, serta Polresta Sorong Kota pada 14 April 2025 lalu untuk menyampaikan surat dari presiden NRFPB terkait ajakan perundingan damai. Dalam kunjungan itu, mereka juga diduga menyerukan ‘Papua merdeka.’

Kepolisian juga telah memeriksa lima saksi dan mengamankan 18 dokumen terkait organisasi NFRPB, termasuk pakaian dinas menyerupai atribut kepolisian dan militer, serta identitas keanggotaan organisasi.

Sehingga keempat tersangka ini harus dijerat dengan pasal-pasal makar dan ujaran kebencian, yaitu pasal 106 KUHP Junto Pasal 187 KUHP junto Pasal 53 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 45 Huruf A ayat (2) junto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Junto Pasal 55 ayat (1) ke 1 dan atau Junto Pasal 56 ayat (1 )ke 1 KUHP.

Atas jeratan pasal-pasal itu, para tersangka terancam hukuman 20 tahun penjara atau bahkan penjara seumur hidup. Dan kasus makar ini sementara masih ditangan oleh penyidik polres sorong dan belum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sorong

Polisi Tidak Boleh Abaikan Tersangka Yang Sakit

Aktivis Lembaga Intelektual Papua Robertus Nauw berharap pihak Penyidik Polres Sorong memberikan ijin tahanan kota atau tahan rumah kepada para tersangka kasus makar di Kota Sorong Provinsi Papua Barat Daya, mengingat kondisi kesehatan dari para tersangka sangat memprihatinkan, terutama untuk salah satu tersangka yang sementara sakit di dalam proses penahanan Polres Sorong yakni saudara MS.

hak mereka sebagai tersangka dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak juga penting untuk dipertimbangkan, apalagi MS itu hanya cocok dengan pengobatan tradisional ala Maybrat, yang lasim dikenal dengan pengobatan koh, pengobatan menggunakan tanah. Jiga dibiarkan, kemungkinan kondisi pasien akan parah dan hal ini penting untuk diminimalisir, harus memberikan MS tahanan rumah untuk berobat.

Apalagi tersangka MS yang sakit ini, bukan aktor utama tersangka kasus berat yang harus dihukum dengan segala pasal, beliau hanya turut serta mengawal pak AGM untuk mengantarkan surat dialog.

Apalagi mengenai seorang tersangka yang sakit tetap bisa ditangkap dan ditahan oleh penyidik. Ditahan atau tidaknya itu menjadi diskresi penyidik, cuma untuk kasus tersangka makar MS harus diberi perhatian karena beliau sakit dan hanya bisa berobat secara adat” ujar Robertus.

Budaya Pengobatan Tradisional Ala Maybrat

Keadaan sakit dapat menjadi pertimbangan penyidik, untuk mengambil keputusan dan menurut saya MS ini masyarakat sipil yang turut serta dalam mengawal untuk mengantarkan surat dialog dan saya pikir tersangka juga tidak melakukan kejahatan yang berat dan kondisi tersangka dalam keadaan sakit apa yang menjadikan tersangka tetap ditahan atau tidak, biarkan tim dokter dari penyidik bisa beri pertimbangkan

Sebagai aktivis lembaga intelektual, saya mohon ada standar kemanusiaan yang bisa dijadikan kacamata untuk menilai jenis penyakit yang menghalangi penahanan, tersangka, terima kasih untuk pihak aparat yang sudah menghargai hak tersangka dengan melakukan tindakan medis siang tadi Sinin 16/62025 mengantarkan tersangka MS ke rumah sakit misi di kampung baru Kota Sorong.

MS ini warga asal Maybrat yang hidup selama ini dengan pola pendidikan adat dan otomtis jika sakit harus kembalikan dalam pola pengobatan adat dan hal ini jika tersangka terus ditahan ini bias fatal.

Mengingat maybrat punya budaya pengobatan tradisional koh itu, kalo sakit, pasien tidak bisa dibawa ke rumah sakit, karena harus diobatis secara adat dengan tanah, di asingkan khusus di rumah untuk dapat pelayanan kesehatan, pelayanan makan terpisah dan hanya biasa komunikasi dengan orang tua adat

“Pesaan tersngka MS siang tadi di rumh sakit, beliau sampaikan, kalo mereka yang perna sembuh dari pengobatan adat dan tradisional (tradisi koh), sebuah pantangan itu tidak bias berobat di rumah sakit modern dan itu saya kemungkinan tidak bisa ikut sidang, karena bisa bisa saya tinggal nama,” ujar MS siang tadi

Saya harap penyidik juga memiliki tim dokter untuk mendampingi tersangka. Robert mengatakan, selama penyakit yang diderita oleh tersangka masih bisa ditangani oleh tim dokter tersebut, maka tersangka tetap bisa ditangkap dan ditahan.

Akan tetapi, jika memang penyakit yang diderita cukup parah dan tidak bisa ditangani oleh dokter penyidik, maka penyidik bisa memutuskan untuk tidak menangkap dan menahan tersangka.

Dan saya mohon, agar dokter di jajaran Penyidik Polres Sorong, pihak Kanit Reskrim dan Kapolresta Sorong, mohon diberi ijin untuk saudara MS. sebagai tanahan kota atau tahanan rumah untuk jalani pengobatan tradisional sebelum kasus dilimpahkan ke kejaksaan dan untuk disidang, tersangka sehat dulu baru bisa jalani pesidangan. SALAM

(*) Robertus Nauw, Penulis Adalah Aktivis Lembaga Intelektual Papua