Sorong, Petarung.org- Kordinator Pendamping hukum Perkumpulan Pedagang Mama-Mama Papua Kota Sorong (P2MP-KS), Yohanis Mambrasar, SH mengatakan perjuangan mama-mama Papua yang berdagang di Pasar Moderen Rufei, Pasar Sentral Remu, eks Pasar Boswesen, Pasar Jembatan Puri, dan beberapa pasar lingkungan atau kompleks dan pondok pinang serta pedagang emperan toko dan trotoar di Kota Sorong. Mendiskusikan tanggapan mereka sebagai pedagang perempuan Papua, terutama mama-mama Papua dalam menghadapi dinamika pemekaran daerah dan transformasi sosial budaya di Tanah Papua.
Perjuangan mama-mama Papua untuk menumbuhkan kemandirian dan solidaritas sosial tergambar jelas di masa pemekaran dan transformasi, dalam pemenuhan ekonomi rumah tangga. Perempuan Papua ini berjuang dalam keseharian kehidupan mereka dan berperan penting dalam menjalankan hal-hal pokok dalam kehidupan rumah tangga.
“Gerakan sosial mama-mama Papua untuk mengakses pasar tradisional dan Koperasi Mama-Mama Pedagang Asli Papua sebagai akses modal menjadi praksis mereka untuk mengorganisir diri, berlatih kemandirian untuk berjuang merebut akses ekonomi dan sekaligus memperkuat solidaritas sosial para mama Papua,” ujar Mambrasar saat ditemui Petarung.org pasca penyerahan data pedagang mama-mama papua, Selasa, (13/5/2025).
Ia menambahkan, gerakan sosial mama-mama Papua saat ini adalah sebuah inspirasi dari langkah menumbuhkan kemandirian perempuan Papua di tengah transformasi sosial budaya yang semakin pelik di Papua karena pemekaran daerah dan pemerintah provinsi harus melihat Pasar di Papua barat daya harus dilihat sebagai sebuah ruang sosial.
Didalamya adalah cermin dari masyarakat setempat dengan beragam persoalan. Salah satu yang paling menonjol adalah persoalan akses ekonomi, yang tercermin dalam perjuangan mama-mama Papua. Jika ditelisik lebih dalam pasar juga dapat menguraikan kompleksitas persoalan mama-mama Papua seperti kesehatan, pendidikan, politik lokal, hingga kekerasan dalam rumah tangga.
“Pasar moderen, pasar sentral dan pasar tertata di kompleks itu memang baik, namun itu pasar yang pemerintah bangun gunakan APBN, APBD dan DAK pasar dengan konsep ekonomi moderen dan sistem monopoli, hanya siapkan tempat dan paksa orang papua berdagang dan bersaing dengan kaum migran, itu hal yang keliru,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa konsep pasar orang Papua itu pasar rakyat, pasar lokal, pasar tradisonal dengan konsep koperasi komunal, semua pasar jenis ini di Sorong tidak ada, terakhir pasar Boswesen namun pemerintah bongkar dan suru mama-mama masuk bersaing dengan pedagang migran di pasar pasar moderen dan pasar pasar sentral yang sistem ekonominya monopoli pasar.
mama-mama ini untuk urusan modal belum cukup, untuk urusan literasi keuangan juga belum cukup untuk bersaing, jauh lebih baik keberpihakan dari amanat otonomi khusus itu, pemerintah bangun pasar khusus, jika tidak ada pasar khusus, minimal ada skema bantuan modal yang cukup dari dana otsus untuk modal usaha dan pelatihan soal literasi keuangan bagi pedagang lokal.
“Otsus jilid 1 telah selesai (2002-2022) dan hari ini pemerintah lanjut dengan otsus jilid 2 (2022-2041) dan orang Papua hari ini khususnya masyarakat kecil tidak merasakan dampak langsung dari kebijakan pemerintah yang nyata terhadap kondisi sosial ekonomi mereka,” tandasnya.
Fakta hari ini 1.527 pedagang mama-mama Papua akses modal usaha dari koperasi-kopersi swasta yang pake sistem rentenir dan bunga tinggi, sistem kredit di bank untuk modal usaha juga sama sangat memberatkan pedagang, belum lagi tempat penjualan yang tidak layak. Sementara fenomena dana Otsus di Papua Barat Daya untuk sektor modal usaha, setiap tahun malah dikembalikan ke kas daerah dan salah satu program yang paling tidak jelas dari dana otsus adalah Program Ekomas.
“Segera gubernur buat satu kebijakan, entah memberika lewat bantuan stimulan atau hibahkan untuk koperasi pedagang mama-mama Papua, untuk mempermudah akses modal dan koperasi ini ke depan akan diawasi oleh pemerintah, pedagang dan pendamping pedagang mama-mama Papua, secara bersama-sama” ujarnya.
Sementara itu kordinator perkumpulan pedagang mama-mama Papua Kota Sorong, Levina Duwit mengatakan Sejumlah aspirasi yang disampaikan dalam petemuan ini bukan aspirasi baru. Namun merupakan jabaran kongkrit dari aspirasi sebelumnya, yang dirumuskan dalam poin-poin aspirasi sebagai berikut:
(1) Bangun Pasar Khusus Pedagang Papua dilokasi bekas pasar Boswesen;
(2) Pasar Khusus harus dibangun sesui tradisi (budaya) berdagang mama-mama Papua;
(3) Pemberian modal usaha dalam bentuk modal stimulan dan modal simpan pinjam;
(4) Pemerintan harus menyediakan tempat jualan di Pasar Remu yang baik bagi pedagang Papua, tempatnya di gedung utama pasar;
(5) Modal usaha harus dikelola oleh koperasi pedagang Papua yang dikelola secara mandiri dan diawasi pemerintan agar program pembinaan dapat berjalan sesuai pendekatan, komunikasi yang efektif, dan dapat mengakomodir semua pedagang;
(6) Simpan pinjam harus diakses secara mudah, bunga rendah dan menjangkau semua pedagang Papua;
(7) Kendaraan transport pedagang disediakan sesuai rute pedagang. Transport dikelola oleh koperasi pedagang, operasionalnya dibiaya pemerintah.
Aspirasi mereka diterima langsung wakil gubernur Ahmad Nausrauu dan ia menyatakan akan melanjutkan kepada gubernur untuk ditindak lanjuti.
“Ini adalah aspirasi pedagang, kami harap pemerintah pelajari dan mohon ambil kebijakan yang tepat karena, dana otsus ini kami masyarakat kecil hanya dengar bunyi saja dan tidak perna ada kebijakan yang berarti untuk kita yang jualan keliling kota ini, juala alas karung, jual dengan modal yang pas-pasan,” tandasanya. (CR1)


