Maybrat, Petarung.og- DI balik gugusan bukit kapur yang menyembul bak gigi naga di Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, tersembunyi sebuah danau sunyi yang memesona: Danau Uter. Danau indah nan biru bening ini serasa berada dalam kesunyian pelukan perbukitan kapur (karts).

Dikelilingi hijaunya hutan tropis dan puncak-puncak karst yang menjulang seperti penjaga alam purba, danau Uter adalah salah satu permata tersembunyi yang belum banyak tersentuh dunia luar. Di sinilah, keindahan alam, kebudayaan leluhur, dan tantangan masa depan berpadu dalam satu lanskap yang menggugah.

Danau Uter bukan sekadar cekungan berisi air; ia adalah ruang kehidupan. Airnya tenang, jernih, memantulkan langit biru dan pucuk pepohonan yang membingkainya. Dari kejauhan, danau ini tampak seperti cermin raksasa di tengah lekukan-lekukan bukit kapur yang seolah berbisik dalam bahasa batu kepada siapa pun yang datang mendekat.

Pada pagi hari, kabut tipis menari di permukaannya, menciptakan suasana mistis yang menyentuh relung jiwa. Bukit-bukit karst yang mengelilinginya bukan hanya indah, tapi juga menjadi rumah bagi aneka flora dan fauna endemik.

Hutan di sekeliling danau menjadi tempat bersarang burung-burung surge yang menjadi endemic Papua seperti, mambruk, krok (burung karok  dalam bahasa Maybrat), hingga kuskus yang bergerak diam-diam di atas pepohonan. Keanekaragaman hayati ini menjadikan Danau Uter sebagai ekosistem yang unik dan bernilai tinggi secara ekologis.

Jejak Budaya di Sekitar Air

Bagi masyarakat Maybrat di kampung-kampung terdekat di wilayah Aitinyo, Danau Uter bukan hanya pemandangan indah, tetapi bagian dari kosmologi dan identitas mereka, selain danau Ayamaru. Dalam narasi adat, danau ini adalah ruang sakral yang menyimpan roh nenek moyang dan menjadi sumber kehidupan bagi generasi yang terus bertahan di tanah leluhur.

Masyarakat kampung-kampung di sekitarnya memandang Danau Uter sebagai tempat keramat. Cerita turun-temurun menyebut danau ini sebagai tempat roh pelindung bermukim. Karena itu, segala aktivitas di sekitarnya harus dilandasi rasa hormat dan perlindungan.

Masyarakat Maybrat memiliki tradisi yang kaya: jenis anyaman, nyanyian, tarian dan ritual adat yang menggambarkan warisan budaya dan sejarah. Tidak hanya itu orang MAybrat juga punya sistem pengetahuan lokal yang membimbing mereka dalam berburu, bercocok tanam, dan membaca tanda-tanda alam.

Semua itu berpadu dengan alam Danau Uter, menciptakan jalinan hidup yang saling terhubung. Diwarisi dari generasi terdahulu hingga sekarang.

Potensi Wisata Berkelanjutan

Danau Uter menyimpan potensi luar biasa sebagai destinasi ekowisata. Lanskap karst yang eksotis, air danau yang tenang, serta budaya lokal yang otentik menjadikannya tempat ideal untuk wisata berbasis alam dan budaya.

Bayangkan kegiatan seperti menyusuri danau dengan perahu tradisional, berenang, menyelam, trekking melewati bukit kapur dengan suguhan pemandangan danau dari ketinggian, hingga menginap di homestay yang dikelola masyarakat sambil belajar tentang budaya Maybrat.

Namun, pengembangan wisata di Danau Uter harus dilakukan dengan prinsip keberlanjutan. Tidak boleh ada pembangunan masif yang merusak ekosistem. Sebaliknya, pengelolaan harus dilakukan bersama masyarakat adat dengan mengutamakan pelestarian alam dan kearifan lokal.

Pendidikan lingkungan dan pelatihan ekowisata menjadi langkah penting untuk memastikan masyarakat menjadi pelaku utama, bukan korban dari pembangunan.

Menjaga Surga agar Tak Hilang

Dalam menghadapi gempuran perubahan zaman, ancaman perampasan tanah adat, aktivitas perladangan berpindah dan perusakan kawasan hutan penyangga, keberadaan danau Uter harus menjadi simbol dari potensi alam yang perlu dijaga.

Kesadaran masyarakat lokal menjadi kunci utama dalam mempertahankan warisan alam ini. Sebab jika alam rusak, bukan hanya danau yang hilang, tapi juga nyawa budaya yang hidup bersamanya.

Karena itu penting bagi semua pihak; pemerintah daerah, aktivis lingkungan, peneliti, hingga pelancong untuk mendukung upaya pelestarian danau Uter. Edukasi tentang pentingnya ekosistem, dokumentasi budaya lokal, hingga promosi wisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab harus menjadi bagian dari strategi bersama.

Danau Uter bukan hanya elok untuk dipandang. Ini adalah cermin dari harmoni antara manusia dan alam yang telah terjalin selama berabad-abad di tanah Maybrat. Di tengah dunia yang terus bergerak cepat, danau ini mengajak kita untuk sejenak diam, menyelami kedalaman air yang membiru toska sebening kristal, dan merenungi pentingnya menjaga apa yang tak tergantikan.

Sebab jika ekosistem danau Uter rusak, yang lenyap bukan sekadar ruang geografis, tetapi sepotong jiwa dari Tanah Papua yang begitu kaya, namun begitu rapuh. Mari lindungi dan jaga danau Uter di Maybrat untuk masa depan! (Tim Petarung)