Oleh: Imanuel Tahrin (*)

​Di Kabupaten Sorong, pada Selasa 14 Oktober 2025, pukul 10.47 WIT, siang begitu terik. Cuaca yang sangat cerah, namun kabutnya sangat tipis setipis iman yang seringkali kita jalankan. Peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 peristiwa Theofani menjadi titik refleksi iman yang mendalam bagi generasi di Kabupaten Sorong, khususnya suku Maybrat.

​Saat duduk merenung, seekor burung merpati hinggap di dekatku, seolah ingin memperkenalkan diri. Panas terik menyengat kulit, sebuah metafora yang terasa menyakitkan, menggambarkan pesan Theofani yang terancam memudar, ditelan zaman dan gemerlap dunia.

​Melalui berbagai platform media berita online, Facebook, Instagram, TikTok, dan lainnya berulang kali menemukan pesan selamat merayakan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-74   Oleh Generasi Maybrat. Pesan  Theofani yang disampaikan oleh hamba Tuhan, Bapak Ruben Rumbiak, seorang Pendeta dari suku Biak yang diutus Tuhan untuk memberkati Suku Maybrat.

​Theofani adalah istilah dalam ilmu teologi yang berasal dari bahasa Yunani, Theophania, yang terdiri dari dua kata: Theos (\Theta\epsilon o\varsigma) yang berarti Allah (Elohim) dan Phanero (\phi\alpha\nu\epsilon\rho\acute{\omega}) yang berarti menampakkan atau mewujudkan diri. Secara etimologi, Theofani adalah penampakan Allah. Sejarah Alkitab mencatat bagaimana Elohim menampakkan diri dan berbicara secara langsung.

Penampakan ini bertujuan memberikan keyakinan kepada umat-Nya bahwa Elohim itu ada, Elohim hadir, dan menyertai umat-Nya. ​Kita tentu masih mengingat peristiwa Abraham ketika Tuhan menampakkan diri kepadanya. Kitab Kejadian 18:1-3 mencatat, “Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik.

Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah, serta berkata: “Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini.”

​Atau, peristiwa pergumulan Yakub dengan Elohim, yang diakhiri dengan nama barunya. Kejadian 32:28-30 mencatat, “Lalu kata orang itu: “Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.” Bertanyalah Yakub: “Katakanlah juga namamu.” Tetapi sahutnya: “Mengapa engkau menanyakan namamu?” Lalu diberkatinyalah Yakub di situ. Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: “Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!”

​Elohim berbicara dan menampakkan diri, seringkali hanya kepada orang-orang tertentu, untuk suatu tujuan ilahi. Sebagai generasi Maybrat, yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita harus meyakini bahwa peristiwa Theofani bagi Ruben Rumbiak adalah sebuah peristiwa kehadiran Tuhan di Bumi A3 (Ayamaru, Aitinyo, dan Aifat).

Ini adalah penampakan diri Elohim kepada hamba-Nya dengan maklumat yang diberikan bagi generasi A3:

​”Doa syukur kepada Allah Khalik alam semesta, karena janji mengenai Ayamaru, Aitinyo dan Aifat bahwa pemuda pemudinya nanti 10 tahun, 15 tahun, 25 tahun, dan 30 tahun. Pemuda-pemudi di daerah Ayamaru, Aitinyo dan Aifat akan menjadi manusia-manusia pembangun di New Guinea, Aku adalah Alfa dan Omega, menyampaikan kepada hamba-Ku Ruben Rumbiak, menyampaikan kepada Abraham Kambuaya, Simon Isir, Piter Howay, Markus Solosa, Dan Habel Tamunete.

​Peliharalah Kesatuan, Kerendahan Hati, Kasih dan Kehormatan Kepada Semua Orang, karunia tetap menyertai turun-temurun. Damai sejahtera Kristus tetap memberkati kamu, amin rohkupun berkata amin, sabda-Mu benar”

​——- (Kambuaya, 21 OKtober 1951) ——-

​Penampakan Allah (Theofani)

Aku Adalah Alfa dan Omega

​Menyampaikan kepada hambaku Ruben Rumbiak

sampaikan kepada;

Abraham Kambuaya

Simon Isir

Piter Howay

Markus Solosa dan

Habel Tamunete

Bahwa pemuda pemudinya (Daerah Ayamaru, Aitinyo dan Aifat)

nanti setelah 10 tahun, 15 tahun, 25 tahun, dan 30 tahun

akan menjadi manusia-manusia pembangun di New Guinea,

​Peliharalah Kesatuan,

Kerendahan Hati, Kasih dan Kehormatan

Kepada Semua Orang,

karunia tetap menjadi

milik turun-temurun

​catatan: resensi buku Qua Vadish TheOfani “Tuhan dengan orang A3” Penulis mendianga Hamah Sagrim, ST diresensi oleh Petarung.org, dan satu buku tentang Theofani “Janji Allah bagi tanah Maybrat” yang ditulis oleh Prof. DR. Berth Kambuaya, MBA, yang saat ini belum dapat diresensi karena keterbatasan referensi.

​Pesan akhir dalam Theofani bahwa karunia tetap menjadi milik turun-temurun menegaskan bahwa janji berkat tersebut bersifat kondisional; ia harus dijaga dan dihidupi. Kunci utama untuk mempertahankan berkat itu telah diuraikan dengan jelas: Kesatuan, Kerendahan Hati, Kasih, dan Kehormatan kepada Semua Orang.

​Sayangnya, pesan Theofani ini kini seolah hanya menjadi upacara tahunan bagi Suku Maybrat. Pesan utamanya tampaknya gagal diterapkan. Sejak pemekaran Kabupaten Maybrat, suku ini justru hidup dalam perpecahan yang menyakitkan. Kontestasi politik Pilkada Kabupaten Maybrat telah merusak tatanan sosial: rumah dibakar, orang diusir, perpecahan melanda kampung, distrik, bahkan gereja.

Adik melawan kakak, ibu melawan anak, ayah melawan ibu, paman melawan keponakan. Perkelahian karena perebutan kekuasaan di birokrasi telah memakan korban, bahkan nyawa. ​Semua pesan agung itu: “Peliharalah Kesatuan, Kerendahan Hati, Kasih dan Kehormatan Kepada Semua Orang” seakan membeku, menjadi teks mati yang tak lagi dihidupi.

​Situasi ini terjadi karena egoisme yang menguasai elit birokrasi dan politik, yang gagal menjalankan pesan Theofani dengan baik. Dulu, orang Maybrat dikenal hidup dalam kedamaian, persatuan, kasih, dan saling menghargai.

Kini, nilai-nilai luhur itu mengalami pergeseran perlahan, terancam hilang dari identitas Suku Maybrat. ​Masyarakat akar rumput tidak bersalah dalam kebersamaan mereka, tetapi elit birokrasi dan politiklah yang merusak tatanan ini perlahan-lahan.

Padahal, kemajuan orang Maybrat saat ini dalam dunia politik dan birokrasi adalah hasil dari “doa sulung” yang diucapkan oleh Ruben Rumbiak, hamba Tuhan dari Suku Biak, yang dengan cinta tulus telah memberkati orang Maybrat.

Terima kasih, Kamam (Bapak/Pendeta), tanpa doamu kami tak akan seperti ini. Engkau sungguh dipakai Tuhan Yesus. ​Melalui HUT ke-74 Theofani ini, marilah kita jadikan refleksi iman bagi generasi Maybrat. Amanat untuk “Peliharalah Kesatuan, Kerendahan Hati, Kasih dan Kehormatan Kepada Semua Orang” harus dihidupkan, bukan sekadar menjadi teks beku.

​Marilah kita merenungkan Firman Tuhan ​Tentang Kerendahan Hati dan Kehormatan:

Amsal 15:33: “Takut akan TUHAN adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahului kehormatan.” ​Tentang Kesatuan dan Kasih:

Efesus 4:2-3: “dengan segala kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera.”

​Tentang Berkat Turun-Temurun (Kondisionalitas Ketaatan):

Mazmur 112:1-2: “Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati.” (Ketaatan akan membawa berkat bagi generasi penerus).

​Berkat Theofani akan menjadi milik turun-temurun jika amanat itu dijalankan; jika diabaikan, ia hanya akan menjadi kutuk perpecahan. ​Selamat Merayakan HUT Ke-74 Theofani untuk Suku Maybrat. Salam

(*) Imanuel Tahrin adalah penulis artikel ini, ia adalah aktivis lingkungan pendiri yayasan peduli tata ruang berdomisili di Susumuk Kabupaten Maybrat