Oleh: Imanuel Tahrin (*)

Buku               : Memahami Propaganda (Motode, Praktek Dan Analisis)

Penulis           : Alip Yog Kunandar

Penerbit          : PT. Kanisius

Tahun Terbit  : 2017

Halaman         : 344

ISBN                : 978-979-21-5337-8

Editor              : Ganjar Sudibyo

Sampul           : Hermanus Yudi

Tata Letak      : Amelia

Edisi               : Elektronik 2017

Secara etimologis, propaganda berasal dari bahasa Latin propago gabungan kata sifat dengan kata kerja. Pro artinya forth (maju) dengan pag dari akar kata pangere (artinya untuk mengikat) maju untuk mengikat yang bermakna menyebarkan (propagate: untuk menyebarkan) informasi untuk mengikat mereka yang menerima informasi ini. Secara teologis kata propagare berhubungan dengan kata “Propages, a slip, a cutting of a vine and refers to the gardeners practice to disseminate plants by planting shoots,” Ibarat pokok anggur yang memiliki ranting-ranting yang menghasilkan buah anggur berlimpah sebagaimana diterangkan dalam Alkitab (Liliweri,2021:769).Dengan demikian kata propagare sering diartikan “Pemilikaran kerja terstruktur atau diartikan sebagai hal yang harus disebarkan”

Alur Propaganda

Propaganda sesungguhnya memiliki alur kerja yang sederhana, yakni membagi khalayak menjadi dua pihak yang disebut sebagai “us” dan “them” Pihak yang diwakili oleh pihak pelaku propaganda (selanjutnya disebut propagandis) disebut sebagai “us” atau “kita”, sementara pihak yang berseberangan dengan propagandis disebut sebagai “them” atau mereka (agar tidak menimbulkan kerancuan, dalam buku ini “us” dan “them” akan digunakan untuk memberi penjelasan tentang pihak dalam propaganda).

Propaganda dilakukan dengan tujuan agar, khalayak berbondong-bondong menjadi bagian dari “us” dan menolak menjadi “them”, atau bisa juga memengaruhi khayalak agar meninggalkan “hem” dan menjadi “us” Untuk mencapai tujuan itu, segala kebaikan dan kele

bihan “us” akan diprornosikan agar menarik minat khalayak menjadi “us”. Sebaliknya, segala kekurangan dan keburukan “them” akan dimunculkan agar khalayak berpikir untuk tidak menjadi bagian dari “them”,

Propaganda tidak mengenal tiga pihak. Jika ada lebih dari satu kelompok atau golongan, maka tetap akan digolongkan ke dalam dua pihak, yakni”us” dan “(hem” tadi. Siapa pun yang di luar “us” maka ia akan menjadi “them” bahkan pihak yang dianggap atau menyebut diri mereka “netral” sekalipun.

Proses Propaganda

  1. Lembaga Propaganda

Sebuah lembaga umumnya mulai dan mendorong propaganda kerena memiliki kekuatan organisasi dan juga keuangan .Propagandan mungkin ditunjukan untuk mempertahankan legitimasi organisasi, mempertahankan posisi dalam  masyarakat,termasuk didalamnya adalah kegiatan-kegiatannya.Lembaga yang belum mapanpun bisa juga dilakukan propaganda untuk agitasi yang mendukung idologi pembanding  (dari Idologi Arus besar),atau karena didasari keprihatinan terhadap  akan sebuah masalah .

Afiliasi Institusional yang mungkin tidak akan  oleh propagandis yang umumnya  hanya sebagai garda depan bagi sumber propaganda yang sesungguhnya .Hal ini sering terjadi terutama dalam masa perang terutama dalam kegiatan mata-mata(Jowett & O.Donnell,2006;361).

  • Agen Propaganda

Agen Propaganda adalah orang-orang yang memfasilitasi penyampaian pesan langsung atau melalui media untuk sebuah institusi.Kadang  mereka adalah Birokrat atau penyebar Informasi lainnya.Tujuan mereka adalah untuk mengirimkan idiologi dengan tujuan tertentu kepada khalayak sasaran untuk kepentingan Institusi,tetapi tidak selalu untuk kebaikan (kepentingan)penertima,sebuah hirarki agen kemungkinan memiliki rantah komando untuk memastikan bahwa pesan akan bersifat hegemoni

(Jowett & O.Donnell,2006;361).  

Alur tersebut menunjukan bahwa pesan propagandis dari propagandis utama bissa disalurkan langsung melalui agen,media yang dibentuk atau dikuasi, atau organisasi yang sengaja dibentuk oleh propagandis,lalu setelah itu disampaikan langsung kepada khalayak.Alur ini memungkinkan pesan yang dsampaikan bersifat homogeny dann tidak [terlalu] terdistorsi. Alur kedua,dari propagandis utama disalurkan kepada agen, yang kemudian menyalurkan kepada media [umum,yang tidak dikuasai langsung oleh propagandis], kelompok social,atau opinion leader. Ketiganya kemudian menyampaikan kepada khyalayak. Akan tetapi disini,pesan yang disampaikan bisa saja terdistorsi karena kemungkinan ketiganya memiliki agenda pesan sendiri,atau tidak memahami pesan asli yang diinginkan propagandis. Selain itu,antarkhayalak bisa juga saling menyampaikan pesan propagandis yang sangat mungkin juga terdistorsi.

  • Metode Penggunaan Media

Agen propaganda memilih dan menggunakan media yang tersedia untuk mengirimkan pesan-pesan propagandis ke khalayak sasarannya. Perkembangan teknologi berimbas pula pada sifat propaganda, dan kemudian menjadi factor utama dalam propaganda. Misalnya saja, pada tahun 1930-an, siaran radio gelombang pendek digunakan pemerintah di banyak Negara untuk menyebarluaskan informasi dan ideology ke tempat-tempat terpencil, Kemudian, sejak awal 1990-an, pengembangan internet telah menghasilkan sebuah pencapaian komunikasi internasional yang masuk ke dalam berbagai elemen masyarakat-pemerintahan,bisnis, hingga perseorangan

[Jowett & O’Donnel,2006:362].

 Penggunaan media sangat viral dalam propaganda. Akses dan control terhadap media berarti juga control terhadap opini publik. Medi massa juga sangat kuat pengaruhnya terhadap kebudayaan. Sebaliknya,budaya juga ikut  memengaruhi media itu sendiri. Media juga memegaruhi agen propaganda atau bahkan lembaga propaganda itu sendiri. Jika terlalu banyak sorotan,propagandis akan mengubah strategunya, karena publisitas yang berlebihan akan mengurangi kredibilitas agen atau institusi,sehingga menyulitkan pencapaian tujuan. Kadang-kadang,khayalak sasaran juga menerima pesan langsung dari kombinasi media,misalnya saja khalayak yang terpilih akan dijadikan saluran komunikasi khalayak lain yang lebih luas melalui jaringan social yang dimilikinya

[Jowett & O’Donnel,2006:362-363].

  • Jaringan sosial

 Sebuah jaringan social bisa terdiri atas: (1) opinion leader yang bisa memengaruhi khalayak karena posisinya dalam jaringan social, (2) sekelompol orang termasuk opinin leader,agen propaganda, atau keduanya, (3) dan juga orang-orang yang secara polos(sengaja0 atau tidak sengaja ikut menyebarkan pandangan propagandis dalam jaringan sosialnya. Dalam arus komunikasi multitahap,sebuah jaringan social menerima informasi yang pada gilirannya disebarluaskan ke seluruh masyarakat oleh para pemimpim yang ada di dalamnya. Masyarakat juga dapat menerima informasi dan membawanya ke opinion leader untuk mendapatkan penjelasan atau konfirmasi

(Joweet & O’Donnell,2006:363).

  • Khalayak

 Khalayak yang dijadikan sasaran propagandis biasanya bersifat umum atau dari kalangan tertentu yang diutargetkan untuk mendapatakan respons tertentu. Dalam hal ini, respons khalayak terhadap pesan propaganda bisa saja sangat beragam. Khalayak bisa saja gagal dalam menerima atau memahani pesan, bisa memeilih atau menolak pesa, bisa bersikap skeptic maupun antusias,bisa berdiri bersama atau menentang,dan sikap-sikap ;ainnya yang diharapkan maupun tidak diharapkan. Contoh dari sikap spesifik yang diharapkan adalah respons berupa perilaku seperti memilih,memberikan donasi,membeli produk, bergabung dengan kelompok,terlibat dalam demonstrasi, ikut serta menandatangangi petisi, dan lain sebagainya.Sejumlah respons bisa diamati dan diukur untuk efektivitas kerja yang dilakukan propagandis (Joweet & O’Donnell,2006:364)

Dari model proses propaganda tersebut,Jowett dan O’Donnell menyatakan bahwa respons yang sama bisa memberikan umpan balik terhadap ke dalam lingkar budaya,menghadirkan peristiwa baru, memengaruhi ekonomi, menciptakan mitos baru, terpilihnya pejabat pemerintahan,dan iedologi alternative (Jowett & O’Donnell,2006:364).

  • Metode Propaganda

Sejauh ini,ada enam metode propaganda terlah berhasil diidentifikasi,yakni dengan cara (1) mengubah simpati,(2) penyederhanaan dan pengulangan,(3) manipulasi simbul, (4) distorsi dan kerahasiaan,(5) penipuan, dan (6) sensor.

  1. Mengubah Simpati

Metode paling popular yang digunakan dalam propaganda adalah dengan memanfaatkan simpati dari khalayak. Metode ini sering dianggap sebagai metode yang paling halus dari sebuah propaganda. Dianggap paling halus karena sering kali khalayak yang dijadikan sasaran propaganda tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban propaganda.

       Pada saat PD II (1939-1945) misalnya,Radio BBC menyiarkan propaganda ke seluruh Eropa yang melaporkan kekalahan dan kerugian yang diderita Inggris akibat perang. Siaran ini dirangang untuk mendapat simpati masyarakat dunia sehingga dapat mencegah Sekutu untuk melanjutkan perang. Propaganda semacam ini berhasil meningkatkan reputasi terhadap Inggris.

   Contoh mutakhir adalah saat AS dengan gencar menyiarkan korbann-korban akibat serangan gedung World Trade Center di New York atau yang dikenal dengan peristiwa 9/11. Besarnya jumlah korban, menimbulkan simpati yang besar bukan hanya dari warga AS sendiri,tapi juga dari seluruh dunia. Di saat yang sama,simpati dari para korban ini juga ikut meningkatkan kebencian terhadap AI Qaeda yang kemudian dijadikan sebagai “musuh bersama’ dalam program “perang Terhadap Terorisme” yang diusung oleh pemerintah AS. Kuatnya propaganda dengan metode simpati ini,secara ironis malah membuat orang lupa bahwa ada korban lain yang sebetulnya serupa dengan para korban9/11,yakni korban tak berdosa di Afghanistan yang sama sekali tidak terkait dengan AI Qaeda. Dalam hal ini,korban tak berdosa di Afghanistan kemudian ditempatkan sebagai “efek samping” dari sebuah “tujuan yang lebih mulia”, yakni perdamaian dunia.

  • Penyederhanaan dan Pengulangan

Pesan-pesan propaganda selalu dirancang secara sederhana sehingga mudah dipahami dan diingat. Pesan yang pendek dan sederhana akan mudah dihafal,dan jika diungkapkan berualng-ulang akan mudah diingat. Hitler,salah satu propagandis yang dianggap sukses,punya rumus soal ini. Ia mengatakan bahwa “kepandaian massa itu sanggat kecil, tetapi daya ingat mereka sangat besar,mereka akan bercerita tentang sesuatu 1.000 kali daripada yang anda duga.”Rumus Hitler ini dianggap sangat manjur dalam membuat pesan-pesan propaganda yang kemudia dibuat sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh khalayak sasaran. Pembantu Hitler Joseph Goebbels,sang Menteri Propaganda di zamannya,menambahakan “rumus” tentang pengulangan. Goebbels mengatakan, “sebesar apapun kebohongan yang kamu buat, selama kamu terus mengulangi mengatakannya,maka lama-kelamaan orang akan memercayainya!”

  • Manipulasi Simbol

    Selain rumusan soal kesederhanaan,propaganda harus mampu menyajikan  kata-kata dan ilustrasi yang mempunyai kekuatan yang bisa merangsang respons khalayak supaya efektif. Banyak yang beranggapan bahwa kata-kata belum cukup efektif karena umumnya individu tidak selalu bereaksi terhadap kata-kata yang secara actual disebutkan atau yang ditulis.Oleh karena itu,pilihan bisa dijatuhkan pada penyajian pesan melalui gambar-gambar atau symbol. Ingatan yang dihasilkan oleh pesan visual sering kali dianggap lebih kuat ketimbang ingatan auditori. Ingatan audio-visual dianggap lebih kuat lagi. Oleh karena itu,propaganda yang disampaikan melalui media televise dianggap sangat kuat pengaruhnya di era modern.

Para propagandis sering menggunakan symbol-simbol tertentu untuk menekankan daya lekat pesan. Simbol sering kali memiliki asosiasi kuat terhadap makna tertentuk. Khalayak akan dipaksa untuk mengasosiasikan symbol yang ditampilkan dengan salah satu pihak,baik pihak “kita”,yakni pihak propagandis dengan pihak “mereka” sebagai lawan dari propagandis. Penggunaan symbol, bukan hanya dianggap efektis dalam memperkuat pesan,tetapi juga membangkitkan emosi dari khalayak. Jika khalayak sudah terikat secara emosional, mka tujuan propaganda akan lebih mudah disebarluaskan. Simbol-simbol paling banyak digunakan dalam propaganda yang bersifat ideologis seperti agama. Agama sering kali dikenali dengan simbol-simbol tertentu, misalnya Islam dengan symbol bulan-bintang, Kristen dengan simbol salib,yahudi dengan symbol bintang David, dan lain sebagainya. Warga tertentu juga sering digunakan sebagai symbol untuk mewakili asosiasi tertentu.

  • Distorsi dan Kerahasiaan

    Metode lain dari propaganda yang kerap digunakan adalah dengan menyajikan distorsi atas fakta tertentu. Para propagandis sering kali−secara sadar−melebihi−lebihkan suatu “kepentingan” dari suatu atau beberapa fakta sehingga membuat suatu fakta atau serangkaian fakta tampaknya berbelit-belit. Sebaliknya,propagandis juga terkadang merahasiakan fakta-fakta tertentu dengan menyembunyikannya dari public dengan alas an mencegah tanggapan yang berlebihan dari khalayak. Para propagandis juga cenderung melakukan distorsi dengan menggeser perhatian publik dari suatu isu ke isu lain melalui tampilan fakta-fakta lain yang bertujuan untuk mempermalukan lawan.

   Dalam propaganda perang misalnya . jumlah korban dipihak lawan sring kali diekspos dan dipublikasikan beswar-besaran, sementara korban di pihak sendiri disembunyikan untuk menunjukkan keberhasilan. Dalam kenyataannya bisa saja yang terjadi adalah sebaliknya, korban di pihak sendiri jauh lebih banyak dibanding korban di pihak lawan. Lihat saja bagaimana AS menutupi besarnya korban di pihak mereka dalam perang Vietnam. Dalam film-film produksi Hollywood, AS selalu digambarkan sebagai pihak yang unggul dalam peperangan tersebut.

  • Penipuan

   Ada sebuah adagium yang sangat terkenal dalam propaganda: “kalau tidak menipu itu bukan propaganda”. Saking terkenalnya adagium ini,propaganda sering diidentikkan dengan kegiatan menipu. Dari sinilah reputasi buruk atau citra negative tentang propaganda didapatkan.

   Dalam melakukan kegiatan propaganda,para propagandis banyak yang menempuh cara menipu khalayak dengan menampilkan berbagai informasi pendukung atau argumentasi yang mengecoh persepsi dan sikap khayalak. Dengan kata lain, fakta yang disajikan kepada khalayak oleh para propagandis sering kali merupakan hasil rekayasa dari fakta yang ada, atau bahkan tanpa ada faktanya sama sekali. Teknik ini sangat disukai para propagandis bagi memenangkan pendapat khalayak.

   Propaganda memang selalu melibatkan informasi yang akurat untuk menjelaskan suatu isu untuk meyakinkan khalayaknya. Untuk meyakinkan khayalak itu−dalam keadaan tak memiliki fakta yang mendukung-maka diciptakanlah “fakta” yang sudah dimodifikasi atau bahkan tak pernah ada sama sekali.

    Ketika propaganda “Perang Melawan Terorisme” dilancarkan oleh AS, muncul nama Osama bin Laden yang diragukan kebenarannya oleh banyak kalangan. Ada pihak yang menuding bahwa Osama hanyalah tokoh “ciptaan” untuk melegitimasi serangan AS kepada Taliban di Afghanistan.Begitu pula dengan senjata pemusnah massal yang dituduhkan kepada irak di bawah kepemimpinan Saddam Hussein, yang tak pernah bisa dibuktikan keberadaannya hingga akhir hayat Saddam.Banyak pihak yang kemudian menuduh, alas an senjata pemusnah massal itu hanyalah alkal-akalan AS untuk menggulingkan Saddam dan menguasai lading minyak yang dimiliki Irak.

  • Sensor

   Masih berkaitan dengan informasi,ketika propagandis berusaha agar khalayak meyakini informasi versi mereka yang dianggap benar, mereka sering kali berhadapan dengan informasi yang berasal dari pihak lawan dianggap sangat kuat atau menghalangi tujuan propagandis, maka cara yang dianggap ampuh untuk memebndungnya adalah dengan melakukan sensor.

   Sensor dilakukan untuk mencegah penyebarluasan berita,baik lisan maupun tertulis terhadap informasi yang merugikan propagandis. Sensor paling sering dilakukan oleh pihak yang berkuasa disebuah wilayah atau Negara,misalnya pemerintah.Pemerintahan Presiden Soekarno misalnya,pernah melakukan sensor terhadap informasi-informasi−termasuk kesenian−yang berasal dari Barat karena dianggap akan merusak budaya bangsa. Begitu pula dengan pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, yang secara ketat melakukan sensor terhadap informasi-informasi yang berkaitan dengan paham komunis. Buku-buku berbau marxis dan komunis dilarang beredar di Indonesia saat itu.

  • Tujuan dan Sasaran Propaganda

Propaganda terus berkembang dari masa ke masa. Selain teknik dan metode yang terus berkembang, tujuan dan sasaran propaganda juga terus berkembang, mengingat praktik propaganda terus mengalami perluasan ke berbagai bidang kehidupan. Akan tetapo,tujuan utama dari propaganda bisa digolongkan dalam tiga poin utama.

  1. Memengaruhi Opini Publik

Selain bertujuan untuk mengomunikasikan fakta-fakta yang dapat memengaruhi opini public terhadap suatu isu tertentu. Setelah opini public terbentuk,akan mudah untuk memobilisasi gerakan yang sesuai dengan pendapat yang diarahkan tersebut. Misalnya saja dalam membentuk citra cantik perempuan yang pada akhirnya membuat produk kosmetik tertentu(pelangsing tubuh misalnya) mudah untuk dijual. Begitupun dengan citra seorang calon pemimpin politik.

  • Memanipulasi Emosi

Propaganda dapat dilakukan melalui beberapa teknik manipulasi emosi,baha sering dilakukan dengan cara yang membahayakan. Bagi para propagandis,tujuan propaganda adalah memanipilasi emosi target khayalak dari perasaan suka ke perasaan tidak suka,dari perasaan cinta ke perasaan benci, dari perasaan saying ke perasaan marah atau sebaliknya,Melalui teknik-teknik propaganda tertentu,para propagandis memanipulasi kata,sura,symbol pesan nonverbal agar dapat membangkitkan emosi khalayak. Dalam propaganda yang dilancarkan pada situasi perang misalnya,penampakan korban-korban perang akibat “kekejaman” musuh, akan membangkitkan emosi tertentu, hingga pada akhirnya khalayak menyetujui perang tersebut,atau mungkin akan bergabung untuk ikut berperang.

  • Menggalang Dukungan atau Penolakan

Sasaran utama propaganda adalah mengubah sikap dan perilaku khalayak untuk mendukung atau menolak suatu isu tertentu. Tujuan propaganda ini adalah mengubah posisi suatu sikap dan perilaku seseorang ke suatu posisi sikap yang lain. Banyak orang menggunakan propaganda ini untuk menggalang dukungan, menerima atau menolak sesuatu isu,misalnya menerima program pelestarian lingkungan hidup berkelanjutan dan menolak reklamasi pantai hanya menguntungkan investor property,tetapi merugikan nelayan.

Sementara itu, Jowett dan O’Donnell menggolongkan tujuan propaganda ke dalam integration (integrasi) dan agitation (agitasi). Integrasi adalahpropaganda yang bertujuan untuk mengelola posisi dankepentingan yang biasanya direpresentasikan oleh pihak “resmi” yang yang mendukung dan juga mengancam,dalam pesan-pesan propagandanya. Sementara agitasi adalah propaganda yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi khalayak untuk berpartisipasi atau mendukung hal tertentu,tujuan lainnya adalah untuk membangkitkan khalayak dari sikap apatis dengan memberi tahuu tindakan yang harus mereka laksanakan. Agitasi bisa berupa upaya mendorong aksi massa dengan “menghajar” hal-hal yang bersifat mencancam,kejam,atau dianggap keterlaluan (Jowett & O’Donnell,2006:271).

Selin itu,propaganda biasanya diarahkan pada sasaran-sasaran tertentu .Dalam propaganda yang berkaitan dengan perang,atau propaganda dimasa perang ,Lasswell (1927) merumuskan empat tujuan utama propaganda yakni (1) menumbuhkan kebencian  terhadap musuh,(2) Melestarikan pesahabatan dengan sekutu. (3) untuk mempertahankan sahabat  dan jika musuh,untuk menjalin kerja dengan pihak-pihak  yang netral,dan (4) untuk menghancurkan semangat musuh (Lasswell dalam serverin & Tankkard,2011: 129)

  1. Mobilisasi kebencian terhadap musuh .Propaganda dapat menggunakan berbagai teknik untuk menggalang ide-ide dan mendorong khalayak untuk mengeluarkan kata-kata atau bertindak membenci musuh seperti yang diungkapkan oleh para propagandis.Jika Khalayak sudah membenci musuh,maka kemungkinan kerja sama atau berdamai dengan pihak lawan makin sukar tercapai,akibatnya cita-cita untuk menghentikan sengketa atau perang sulit tercapai.akan tetapi,bisa jadi itulah yang memang diharapkan oleh propagandis ,agar  khalayak ikut  mendukung upayanya memerangi musuh,atau bahkan khalayak ikut aktif secara langsung atau tidak langsung memerangi musuh.
  2. Mepertahankan persahabatan dengan sekutu,Ada pepatah sangat dikenal  dikalangan  para propagandis dalam mempertahankan persahabatan dan sekutu,yakni: “Kami saling bermusuhan sebelumnya,namun kini kami bersahabat untuk menghadapi musuh kami bersama”Menentukan “musuh bersama” (common enem) adalah salah satu upaya agar persahabatan dan persekutuan mempunyai ikatan yang lebih kuat.
  3. Membangun kerja sama dengan sekutu dan pihak-pihak yang netral.Menjaga persahabatan dan jika memungkinkan untuk mendapatkan kerja sama adalah salah satu sasaran propaganda yang bisa dicapai dengan jalan menentukan tujuan bersama (Canon objective). Pihak yang netral sering kali dijadikakn salah satu sasaran propaganda,tujuannya adalah untuk memperkuat dukungan. Dukungan dari pihak netral,tidak perlu harus berupa kerja sama menghancurkan musuh,tapi cukup dengan menunjukan sikap terhadap musuh,agar musuh merasa makin terkucilkan
  • Menghancurkan semangat musuh. Salah satu sasaran propaganda adalah menghancurkan semangat musuh,atau menakuti musuh.Para propagandis berasumsi bahwa jika musuh sudah takut⸻moral sudah jatuh⸻maka solidaritas kelompok musuh mulai goyah,dan sebaliknya solidaritas internal akan lebih baik dalam menghadapi musuh bersama.     

Media  Propaganda

Media  Propaganda (Garth S.Jowett& Victoria O’ Donnell,2006)

Beberapa Propaganda yang sering digunakan adalah sebagai berikut

  1. Bantuan Asing atau Bantuan Internasional
  2. Film, Fotografi & Potret
  3. Internet
  4. Kartun atau Karikatur
  5. Kuburan dan Upacara Penguburan
  6. Leaflet & Poster
  7. Lukisan
  8. Monumen dan Patung
  9. Musik dan Lagu
  10. Moseum
  11. Novel
  12. Obat-Obat Terlarang
  13. Olimpiade dan Event Olahraga
  14. Prangko, Pameran, Perangko
  15. Periklanan
  16. Puisi
  17. Radio, Surat Kabar,Majalah dan Tabloit
  18. Satelit Komunikasi
  19. Teater dan Seni Pertunjukan lain
  20. Televisi
  21. Uang

Di era keterbukaan informasi perlu verifikasi sumber infomasi agar kita tidak termakan Informasi Propaganda yang akan membahayakan kita.

(*) Peresensi Adalah Anggota Komisioner KPU Kabupaten Maybrat