Sorong, Petarungpapua.org- Sedikitnya 74 warga sipil Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat Daya masih mengungsi ke Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Pemerintah pusat maupun daerah diminta untuk memberi perhatian serius bagi pengungsi Maybrat yang telah berada di pengungsian sejak 2021.
Direktur Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Ordo Santo Augustinus atau SKPKC OSA, Pastor Heribertus Lobya OSA mengatakan warga Maybrat itu mengungsi untuk menghindari eskalasi konflik bersenjata pasca penyerangan Pos Koramil Persiapan Kisor di Kabupaten Maybrat, pada 2 September 2021 lalu. Sebagian warga telah kembali dari pengungsian, namun sedikitnya masih ada 74 warga yang masih mengungsi.
Di Kabupaten Sorong, mereka tersebar di Jalan Rawa Sorong (23 jiwa), Satuan Permukiman (SP) 3 (31 jiwa). Di Kota Sorong, ada 20 warga Maybrat yang mengungsi dan tinggal di kompleks Malanu.
“ini data pengungsi terbaru 2024, ada juga pengungsi Maybrat yang sampai hari ini masih dalam hutan, dan kami belum dapat informasi terkait jumlah mereka” kata Lobya pada Kamis (21/11/2024).
Lobya mengatakan para pengungsi tinggal dengan menumpang di rumah kerabatnya, atau tinggal di pondok-pondok. Ada pula warga Maybrat yang tinggal di kos-kosan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para pengungsi berkebun. Mereka juga mengandalkan bantuan bahan makanan yang diperoleh dari SKPKC OSA, lembaga kemanusian lain, maupun dari pegiat atau aktivis HAM.
“Mereka mendapatkan bantuan bibit tanaman sayuran-sayuran dan alat kerja kebun. Sangat penting penyediaan bibit tanaman dan pembuatan kebun-kebun bagi mereka, itu sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka,” ujarnya.
Lobya mengatakan saat ini penting dilakukan pendampingan pemulihan trauma, termasuk dengan pelayanan misa dan doa untuk menguatkan iman mereka. Para pengungsi Maybrat itu juga membutuhkan pelayanan kesehatan, karena sakit batuk, beringus, gatal di tenggorokan maupun badan, sakit lambung, maag, sakit gigi, sakit kepala, hingga muntah-muntah.
Anak-anak para pengungsi membutuhkan bahan belajar membaca, menulis, berhitung, menggambar dan juga mewarnai gambar. Lobya mengatakan hal itu sangat penting untuk pembentukan psikologis dan mental anak-anak.
“Satu hal yang juga penting ialah membangun hunian bagi pengungsi. Kami dalam beberapa kesempatan membantu beberapa bahan bangunan untuk membangun rumah para pengungsi. Gereja Katolik pada prinsipnya selalu berpihak kepada orang-orang yang menderita. Saya yakin semua agama selalu berpihak kepada orang yang menderita,” katanya.