Sorong,Petarung.org-
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Papua Barat Daya (PBD), terdapat pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang berusaha meyakinkan semua pihak bahwa mereka merupakan Orang Asli Papua (OAP).
Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Pasal 12)
“Itu hanya alasan-alasan politik, karena tidak ada ketentuan tersebut, yang berhak untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Orang Asli Papua,” Ujar Ambo Klagilis Aktivis Masyarakat Adat Malamoi dalam sebuah perss rilis yang diterima Petarung.org, Sabtu (31/8/2024)
Ia menambahkan, Orang Asli Papua sebagaimana dimaksud jika merujuk pada Pasal 1 huruf T UU Nomor 21 tahun 2001 yang telah diubah dengan UU 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Pasal 1 angka 22
Berdasarkan definisi Orang Asli Papua sebagaimana diatas, maka terdapat beberapa unsur jika seseorang merupakan Orang Asli Papua
“Mau ada perubahan dan segala macam soal UU Otsus Papua namun, selama belum ada peraturan pelaksana yang mengatur tata cara dan prosedur sebagaimana dimaksud,
maka ketentuan unsur tersebut tidak dapat ditafsirkan dengan memberikan rekomendasi kepada salah satu pasangan calon kepala daerah Gubernur dan Wakil Gubernur dengan rekomendasi tersebut
kemudian mereka dianggap sebagai Orang Asli Papua.” Tandasnya
Ia berharap, Dinamika Politik di tanah Papua, terlebih khusus di Provinsi Papua Barat Daya (PBD) untuk merebut posisi Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan dengan berbagai cara, dengan cara mencoba mendapat rekomendasi dari Lembaga Masyarakat Adat untuk diakui sebagai Orang Asli Papua agar tidak bertentangan dengan ketentuan pasal (12) UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
“Rekomendasi Pengakuan Adat Nomor. 239/LMA-M/REK/VIII-2024 yang dikeluarkan oleh
Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi hal yang keliru karena akan muncul pertanyaan selanjutnya” tambah Klagilit
Menurtnya, dasar hukum penerbitan Surat Rekomendasi Nomor 239/LMA-M/VIII-2024 tentang Pengakuan Adat yang dikeluarkan oleh LMA Malamoi juga tidak tepat
dimana tidak satupun dasar hukum tersebut yang mendelegasikan kewenangan kepada Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi untuk memberikan pengakuan hak adat kepada setiap orang yang bukan berasal dari ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Papua untuk dapat dinyatakan sebagai Orang Asli Papua.
“Lembaga Masyarakat Adat Malamoi tidak punya kewenangan menerbitkan Surat Rekomendasi Nomor 239/LMA-M/VIII-2024 tentang Pengakuan Hak Adat” tandasnya
Untuk akhiri masalah model ini ia berharap Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya sebagai lembaga representasi kultural Orang Asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak Orang Asli Papua (vide pasal 1 ayat 8).
Dan/Atau berdasarkan kewenangannya sebagaimana termuat dalam Pasal 20 ayat 1 huruf (a) UU Otsus Papua, dimana MRP memiliki kewenangan untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh penyelenggara pemilihan kepala daerah.
“MRP harus didesak untuk mengambil langkah penting untuk melindungi hak-hak politik Orang Asli Papua
“Salah satunya dengan tidak memberikan persetujuan kepada bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang bukan Orang Asli Papua” harap Klagilit
Diakhir rilis persnya ia berharap Selanjutnya MRP Papua Barat Daya, harus memberikan surat teguran dan bila perlu mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak dan lembaga-lembaga termasuk Lembaga lembaga Adat yang mencoba merampas dan merusak hak-hak Politik Orang Asli Papua sendiri
“LMA Malamoi harus mencabut Surat Rekomendasi Nomor 239/LMA-M/VIII-2024 tentang Pengakuan Hak Adat, tertanggal 27 Agustus 2024” Tutup Klagilit. (CR1)