Oleh: Robby Nauw

Pagi itu pagi yang dingin, cakrawala yang menjadi rumah bagi matahari belum menampakan ronanya.

Saya bergegas menuju Ayamaru Utara Suatu Distrik di wilayah belahan danau, tepatnya di kampung Yukase untuk mengantri bis perintis untuk perjalanan Maybrat tujuan Kota Sorong.

agar tidak ketinggalan
kita harus bangun lebih awal
terutama untuk kampung-kampung di sekitar
ayamaru utara dan wilayah distrik tetangga seperti Ayamaru Utara Timur, Distrik Mare, Distrik Mare selatan dan distrik lainnya di wilayah Yumasssessss.

kabut pagi di belahan danau masih pekat,
saya bergegas dari Kampung Mapura menuju Kampung Yubiah lebih awal, untuk berebutan tempat duduk.

Pagi yang dingin dan rasa cemas karena takut ketinggalan, memaksa saya untuk pagi yang dingin sekalipun harus dilalui, agar bisa ke Kota Sorong.

Saya dari Maybrat numpang bis perintis khususnya bis rute Ayamaru Utara – Sorong

jam 06:00 WIT, saya berangkat dari rumah
sampai di Yubiah jam 06:50 WIT, sesampai di Yukase saya sempat istirahat 50 menit, untuk sarapan beberapa bekal keladi dan ikan rebus yang dikasi oleh orang tua saya dari kampung
masakan lezat buatan mama saya.

07:30 WIT ahirnya bis tiba di tempat dimana saya duduk, saya dapat tempat duduk
dengan nomor kursi 19

barangkali itu posisi yang tidak ideal bagi saya yang bangun lebih pagi, bayangkan untuk bangun pagi saja nyaris ketinggalan

Karena kursi ini bagian ke dua dari belakang, saya
senasib dengan 4 penumpang terahir yang
siap tahan banting selama perjalanan dari ayamaru utara menuju kota sorong.

setelah dapat tempat duduk,
susana hati yang takut terlambat mulai redah,
silahkan dingin di tulang yang menggigil, efek dari kabut danau dan angin pagi yang juga belum beranjak karena sinar mentari belum utuh bersinar menunjukan wajahnya, bagi alam dan umat manusia di tanah leluhur di negeri ra bobot.

dengan perut yang kosong keroncong saat saya berangkat dari rumah karena takut terlambat pun sudah terbayar.

asap hitam, suara bising dari kenalpot bis terus
membahana membelah pagi yang masi membelenggu sebagian penduduknya
yang tidur pulas dalam peraduan.

klakson bis di setiap tikungan seakan menjadi teman karib kami di perjalanan.

bis mulai keluar dari Yukase pukul 08:10 WIT, dan setiap kampung yang dilewati
mereka meneriaki sopir bis.

ada yang panggil untuk
memesan tempat duduk lebih awal untuk saudara dan kerabat mereka
di kampung depannya

ada yang hanya sekedar panggil untuk jasa titip barang dan sesekali ada yang warga panggil hanya untuk sampaikan salam kepada sudirman
sopir bis yang ugal ugalan untuk rute trans
yang perna saya ikut

sampai di Ayamaru semua kursi terisi full, 23 penumpang mulai sibuk
rapikan segala barang bawaan dan bis pun melaju

tidak ada alunan musik
Karena spiker pak sopir lagi rusak, info yang saya baru dapat dari pak sopir usai makan siang di pos singgah di kampung batu payung,

sekalian dinas terkait melakukan pendataan ulang penumpang, dan kami kedatangan 5 penumpang antar kampung yang rela berdiri.

penumpang bus yang berjumlah 27 orang
9 perempuan, 3 balita dan sisanya laki-laki (15) yang tidur pulas selama perjalanan, termasuk aku yang terus terjaga.

beberapa kali sopir kewalahan dan pilih menepi untuk kendaraan penumpang seperti
trek akam, dan sesekali kali menghindari gerombolan trek tengki minyak milik Pertamina

dua kali melewati tronton dengan muatan excavator dan juga beberapa trek pengangkut kayu log yang dari Maybrat yang kemungkinan sudah turun sejak subuh

jam 10:30 WIT, kami mampir di batu payung untuk
merilekskan otot sembari ada penumpang lain yang mulai pesan makan, minum kopi dan ada yang sibuk keluar masuk kamar kecil dan sesekali ada yang cari posisi di semak-semak dan di sekitar kali untuk buang air kecil.

dan beberapa diantaranya adalah bapak-bapak yang tidak mau pake budaya antri

mereka lebi memilih semak belukar ke arah kali untuk setor

4 jam perjalanan dari Maybrat ke kota
gunakan jasa bis perintis, adalah
pengalaman pertamaku
saking menikmatinya
saya tetap terjaga
sampai tempat dan kursi penumpang yang sering minta pipis mendadak di jalan pun dihafal

kejadian bis berhenti seketika, dan yang lagi nyenyak pun bangun dari tidur mereka pikir sudah sampai, bahkan
ada lagi yang berpikir ada musibah
(ban pecah dan lain-lain)

balita dan ibu yang boking mendadak
sudah kembali dari MCK, dan sebagian penumpang ada yang membuang kantong-kantong muntah dan sudah di buang dan ada yang menggantikan
yang baru debagai persiapan, untuk perjalanan selanjutnya.

Mesin Bis kembali bunyi dan perlahan mulai bergerak menyusuri lembah dan hutan sunyi,
suara rem angin yang tak sanggup mendesah
membuat beberapa penumpang masi
panjatkan puja dan puji
setiap mendaki dan menuruni jalan curam

mereka berdoa dan berharap tidak ada penumpang yang kena racun (bombouw)
pagi ini
sebelum keluar dari rumah

itu topik diskusi mereka yang sayup-satup saya dengar saat terjaga dan sesekali nyaris tidur

saya pun dibangunkan dari lapar, dan sebelum makan saya
sempat ajak kenalan singkat
sama seorang anak kecil (lelaki)
yang dipangku ibunya persis di samping saya entah bersama ibunya naik dari kampung mana
saya sudah tidak ingat

intinya anak itu bernama mikha, tujuannya saya beli air bekas mineralnya
5000 di bis untuk ganjal dahaga karena tidak sempat bawa bekal air minum waktu subuh.

Tarif bis perintis Rp 100.000 per orang
sungguh harga yang murah bagi masyarakat dan sangat membantu masyarakat apalahi kaum pengguna jasa angkut di ayamaru utara, ayutir dan warga mare raya

saya intip di balik jendela, kami sudah ada di kampung pasir putih itu artinya perjalanan masih jauh

mari lanjut tidur dalam kebisingan knalpot
lantunan klakson dan aneka tumpukan hasil kebun dan aroma liur-liur penumpang yang terlanjut jatuh dalam mewarnai indahnya perjalanan bersama sopir bis perintis yang ugal ugalan

kami terus melewati jutaan pohon tumbang yang sudah dipangkas entah oleh siapa ?
(Bersambung)