Oleh: Petarung.org

“Demokradi merupakan sebuah mekanisme yang memberikan ruang kepada rakyat, untuk menyeleksi pemimpin dan ini merupaka kesempatan bermakna bagi rakyat untuk menerima dan menolak isu-isu publik yang kebenarannya perlu dikaji kembali.” 

yang menjadi perhatian penulis adalah polemik rekomendasi saat ini di tubuh Elit Golkar, menjadi momok atau ancaman sebuah dinamika pertarungan politik yang menarik untuk dikaji, baik antar elit, lembaga pemerintahan, legislatif dan kelompok kepentingan lainnya yang saat ini telah menggiring isu ini menjadi sebuah isu publik yang narasinya sarat sentimen.

Elit berpesta itu harusnya sebuah Ancaman bagi rakyat, jadi jangan perna masyarakat akar rumput mau berpesta dalam situasi yang masyarakat sendiri tidak tau, dan itu peru edukasi politik yang baik dari elit, jauh sebelum kasus ini mencuak.

Intinya isu ini memiliki tujuan mengganggu kesadaran kritis masyarakat untuk bertindak, karena terjebak dalam permainan diskursus politik yang didasarkan pada primordialisme dan sentimen emosional, untuk saling tumbangkan elit lain hingga berkeping-keping dalam kepentingan politik elit nasional, yang tentunya dimainkan dengan tensi tingkat tinggi.

Hasil dari praktek politik model seperti ini, akan meninggalkan prahara dimasing-masing kubu saat ini, yang kemudian menghasiakan Penyakit demokratisasi yakni suburnya sentimen emosional di era informasi dan keterbukaan ini menjadi sebuah ancaman yang membuat oknum elit terntentu tidak mungkin keluar dari logika tersebut.

Bahkan seluruh rakyat Sorong Raya wajib pesimis, karena semangat rakyat akar rumput akan dibenturkan dengan kualisi elit nasional dan elit lokal yang kian kental, dalam membagi kekuasaan dan juga menggadai sumber daya yang dimiliki oleh rakyat.

Bukan tidak mungkin para elit leluasa bermain diranah ini, mengbok-obok sistem yang ada, itu artinya kemenangan rakyat akan percuma karena ditingkat eksekusi, para eksekutif sudah kamuflase dengan elit nasional untuk mendapat dukungan politik, dan juga aktor intelektual yang berada di lapisan kedua sebagai penjilat dan pemecah belah, dan itulah mengancam kepentingan rakyat, buktinya hari ini atas nama kekuasaan, semua elit berlomba untuk memperoleh legitimasi dari partai politik untuk mencari dukungan rakyat.

Gerakan ekstra parlementer dari elemen kelompok masyarakat untuk melakukan kontrol, bagaimana pun pressure group dari kelompok masyarakat, mahasiswa (student movement) harus tetap efektif, namun bukan berdasarkan hasutan dan fanatisme buta semata.

Karena kalau masyrakat terjebak dan ikut memperlancar proses kolaborasi kejahatan yang dikendalikan oleh aktor intelektual yang menargetkan keuntungan dari riak di dinamika ini. masyarakat sendiri yang akan hancur, untuk itu mari berhenti saling mempermasalahkan dan menghujat, karena tidak menguntungkan rakyat.

Semuanya menjadi arena kontestasi yang melibatkan pemasaran politik melalui dukungan kapitalisasi dan korporasi, kesalahan kecil dalam komunikasi dapat memicu respons yang dapat merusak potensi dan kredibilitas calon pemimpin.

Pergeseran dan corak komunikasi politik begitu nyata jika dibandingkan dengan masa-masa di mana media sosial dan internet belum ada. Semua lini, kemudian menjadi arena kontestasi, khususnya pada ranah komunikasi dan salurannya.

Dalam pilkada kali ini, pasar pemilih menjadi penentu utama dalam proses pemilihan, di mana setiap calon berusaha memenangkan hati dan pikiran masyarakat. Dalam pasar bebas politik seperti ini, emosi dan kegaduhan komunikasi menjadi bagian tak terpisahkan.

Calon dan pendukungnya diharapkan untuk tidak terlalu terpengaruh emosional, penulis kembali mengingatkan pada pemilihan kali ini, di mana praktik komunikasi politik memecah belah Preferensi politik diungkapkan dalam polarisasi yang telah menjadi sentiment emosional politik dan itu normatifnya berada di kalangan akar rumput dan pendukung fanatik masing-masing elit.

Dinamika yang terjadi antara elit lokal hari ini membuat masyarakat terjebak dalam Permainan kata-kata, retorika, argumentasi, dan praktik propaganda menjadi elemen penting dalam komunikasi politik.

Dalam politik hari kebenaran atau fakta bukanlah hal mendasar, melainkan bagaimana kata-kata diproduksi secara masif untuk memengaruhi opini publik.

Hal itu yang akar rumput, tidak paham soal persoalan elit, bahayanya persoalan ada ditingkat elit dan kesalahan kecil dalam komunikasi pada sesama akar rumput dapat memicu respons yang merugikan. Dan ruang ini akan kelak pindah ke konflik horizontal di masyarakat dan begitulah, politik pecah belah dimainkan, dan sangat disayangkan kalo kemungian yang suburkan itu para ASN dan kaum terdidik, intelektual, mahasiswa hal ini akan merugikan masyarakat dan kekerabatan yang selama ini dijalin karena politik penuh dengan emosional dan sentiment

Sehingga generasi muda perlu memperhatikan rasionalitas, kekritisan, prioritas kepentingan, kejujuran, dan konsistensi perbuatan calon saat menilai dan memilih pemimpin. Dalam menghadapi dinamika kegaduhan komunikasi politik, penulis sarankan agar generasi muda memilih pemimpin yang memiliki ketulusan membangun rakyat kecil.

apa yang kurag dari masyarakat, dari tahun ke tahun Partai Golkar menjadi partai politik terkuat di Provinsi Barat Barat 2019, begitupun di buktikan di Papua Barat Daya Pilcaleg 2024 kemarin, Golkar dengan perolehan suara tertinggi di tiga wilayah yaitu Kota Sorong, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Sorong Selatan.

Bahkan partai Golkar juga masuk ke dalam tiga besar di wilayah lainnya, seperti peringkat tiga di Kabupaten Maybrat dan peringkat dua di Kabupaten Tambrauw serta Kabupaten Raja Ampat.

Itu artinya, masyarakat akar rumput di Papua Barat Daya ini sangat simpati dengan elityang membangun dengan hati, jika ada pergeseran peta politik di tingkat elit, harap para elit juga jiwa besar berdiri memberi pendidikan politik yang baik bagi masyarakat, tetang posisi dinamika politik yang terjadi. Masyarakat Perlu Pendidikan Politik Bukan Diajak Ikut Dalam Pusaran Konflik Politik Elit, dan masyarakat selalu hanya terima janji manis dari elit saat berkuasa.

(*) Catatan Redaksi Petarung.org