(Sebuah Refleksi Kekerasan dari Kekerasan Pilkada di Wilayah Negeri Ra Bobot)

Oleh : Tim Redaksi Petarung.org

Maybrat,Petarung.Org-

Pengalaman kelam Pilkada 2011 dan pilkada tahun 2017 telah menunjukan bahwa Pilkada Damai, Kekerasan dan Sentimen Politik adalah sebuah keniscayaan yang mungkin saja terjadi dan terus berulang, masyarakat selalu menjadi korban kekerasan dan sentimen politik pasca Pilkada Kabupaten Maybrat.

Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) di Kabupaten Maybrat Tahun 2011 dan Tahun 2017 selalu menyisihkan cerita buruk tentang kekerasan yang kita dengar dan dialami oleh masyarakat.

Kekerasan Politik (Political violence) adalah kekerasan yang dilakukan untuk mencapai tujuan politik, contoh kali ini yang menjadi kajian dan riset dari tim redaksi Petarung.org adalah sentimen emosional politik dan kekerasan Politik Pemilihan Kepala Daerah di wilayah Sorong Raya tepatnya di Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat Daya.

Banyak masyarakat Maybrat yang menjadi korban politik pemilihan kepala daerah dari tahun politik ke tahun politik, sementara elit hanya enak menikmati hasil dari konflik ini, bahkan ada elit lokak maybrat yang apatis tentang konflik itu sendiri baik dari sisi mencari jalan keluar dan resolusi konflik.

berikut ini penelusuran tim redaksi petarung.org untuk melawan lupa dan bentuk tanggungjawab media untuk edukasi masyarakat terkait politik dan dinamika nya di wilayah negeri ra bobot.

Perjalan tim sore itu, tim redaksi petarung berkunjung ke salah satu masyarakat di Kampung Susumuk, yang dulu sebagai korban kekerasan Politik Pilkada Tahun 2011.

Bapak Yustus Iek, beliau dan keluarga mengalami kekerasan politik dalam Pilkada Maybrat di dua kali pesta politik, yaitu Pilkada Tahun 2011 dan Pilkada Tahun 2017.

Setibanya di rumah beliau,kami dipersilahkan masuk ke dalam rumah dan kamipun berdiskusi dengan beliau, dan kami sampaikan tujuan kedatangan kamj dan kami memulai diskusi dengan sebuah pernyataan dari bapak Iek
“Sekarang masuk tahun politik, pasti berkelahi lagi,” tanya kami iyo k? Bapakpun menjawab Iya anak, lihat ini tiga kandidat ini pasti akan ribut, kami bertanya kenapa ribut, pasti ribut karena pasti ada isu, orang bikin isis lagi,

Isis itu artinya bikin isu sana sini, yang bangun oleh elit politik pada momentum pesta lima tahunan ini (Pilkada).

ditanya soal itu isu apa yang biasa yang dibicarakan?

Selamanya pasti Isu Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan (SARA) lagi. Mereka melakukan kekerasan untuk memaksa masyarakat untuk memilih salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Maybrat.

Atas dasar isu sara dan banyak masyarakat tidak mau mengikuti pilihan mereka, masyarakat yang berbeda pilihan inilah menjadi korban, ada beberapa rumah yang dibakar di Kampung Susumuk seperti:

  1. Rumah Mama Petronela Tahrin dan terbakar menjadi Abu Tahun 2011
  2. Rumah Bapak Abner Atanay terbakar menjadi Abu Tahun 2017,
  3. Rumah Bapak Alm Dance Tahrin dibakar Tahun 2017 dan rusak parah,
  4. Rumah bapak Kaleb Atanay rusak parah.
    Selanjutnya masyarakat menuju
  5. Rumah bapak Alm Dance Saa mau dibakar tetapi ada Pa.Kapolda bersama Aparat Polri dan TNI tiba dilokasi, sampai masyarakat tidak jadi membakar rumah tersebut

Saat itu kami dikejar sampai tidur dihutan, karena kami bersama Empat Kepala keluarga yaitu, Martina Atanay bersamma Keluarga, Agustina Tahrin bersama Keluarga, saya coba mambangun rumah harit (Podok) untuk di tempati bersama keluarga di atas gunung dan menamai gunung itu Gunung Politik.

Salanjutnya kami bersama keluarga lari ke Kampung Roma dan Tolak Distrik Aifat Selatan tinggal bersama masyarakat disana selama 3 (Tiga) Bulan. Sampai masalah ini aman baru kami pulang ke kampong Susumuk, saat itu sidang di MK dan masyarakat.


Dalam aksi kekerasan ini banyak sekali orang terlibat mulai dari PNS, Sarjana, kepala kampung bahkan pemuda dan masyarakat kampung susumuk, anehnya kejadian ini berulang selama dua kali PILKADA di Kabupaten Maybrat, bahkan sampai ada yang ditahan di Polres Sorong Selatan.

Ada kekerasan yang dialami saat kami pulang kembali ke kampung susumuk pasca kekerasan PILKADA ini, masyarakat melihat kita, mereka marah dan seiring waktu berjalan pelan-pelan kemarahan itu menyurut dan kita bergaul biasa sampai saat ini.

Kerugian di taksir mencapai ratusan juta,rumah yang rusak kami perbaiki sendiri dengan uang pribadi, tanpa bantuan dari pemerintah dan pelaku pembakaran rumah dan pengerusakan rumah serta tidak ada permintaan maaf dari mereka sampai saat ini. Tetapi kita tatap iklas menerima semua ini karena kita semua ini keluarga.


Sejak Kekerasan PILKADA ini terjadi sampai sekarang, semestinya pemerintah Kabupaten Maybrat harus membantu masyarakat untuk melakukan sosialisasi tentang Politik dan Demokrasi terutama perbedaan pilihan masyarakat pada pemilihan Kelapa Daerah Kabupaten Maybrat.

dan perlu ada pemulihan psikologi atau semacam terapi, bagi masyarakat di setiap kampung yang ada di Kabupaten Maybrat yang berdampak kekerasan PILKADA, dari tahun politik ke tahun politik.

Jika pemerintah apatis dalam mengatasi konflik konlfik politik di maybrat, maka bukan tidak mungkin Pesta rakyat yang dilakukan serentak di Indonesia lebih khusus di negeri ra bobot di Maybrat ini (Tahun 2024) oleh Pemerintah Kabupaten Maybrat.

maka PILKADA di Tahun 2024 pasti akan terulang kekerasan yang sama, watak yang sama kembali terulang, karena yang bertarung PILKADA Kabupaten maybrat ini semua yang dulu menjadi Tim Sukses dari Pasang calon masing-masing yang pernah bertarung di Kabupaten Maybrat dan sekarang maju menjadi bakal calon Kepala Daerah di Kabupaten Maybrat.

Korban baru pasti akan berjatuhan lagi, yang rugi pasti masyarakat tetapi yang untung itu elit dan para penikmatnya, tetapi masyarkat tetap sulit untuk mendapatkan kesejahteraan dari pemerintah Kabupaten Maybrat berupa pemulihan trauma konflik politik dan ganti rugi akibat kekerasan pasca Pilkada.

Kita tetap akan mewariskan konflik kepada anak cucu kita di Kabupaten Maybrat ini, tetapi elit sebagai orang yang berkepentingan dan pembuat konflik akan menikmatinya dengan senang hati.

—-
Tim redaksi Petarung.org kembali melakukan diskusi kedua dengan korban politik pilkada pemilihan Bupati Maybrat tahun 2017, korban yang lain ini atas nama Ibu Seleke Bame, dari Kampung Tehahite.

Mama Bame menyampaikan bahwa pilkada 2017 beliau selaku salah satu pendukung Bernard Sagrim dan Paskalis Kocu atau yang disebut (SAKO),
Ibu menyampaikan bahwa merasa di ancam dari pendukung pasangan calon Karel Murafer dan Yance Way atau yang disebut (KARYA) masa itu (tahun 2017), sampai terjadi korban salah satunya Ibu Seleke Bame rumahnya di bakar oleh pelaku dari pendukung fanatik Karya.


Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa dari proses kejadian tersebut Ibu diancam dan dikejar sehingga Ibu bersama keluarga menghindar atau mengungsi ke Kota Sorong selama 6 bulan.

Beliau selaku korban menyampaikan bahwa dari proses dukungan sebagai pendukung fanatik, yang berhasil memberi dukungan politik dan berikan suara saat pencoblosan menghasilkan bupati dari hasil kerja keras politik di akar rumput

Kami tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah terlebih pasangan kandidat kami yang terpilih sebagai Bupati, untuk ganti rugi rumah kami yang terbakar,

kerja keras politik kami berhasil, kami diintimidasi, alami kekerasan fisik dan psikis secara langsung bahkan rumah tempat keluarga kami hidup dan tumbuhkan harapan dan masa depan dari anak-anak kami di bakar dan rata dengan tanah.

yang kami dapat hanya janji manis, yang kami dapat hanya rapat muspida, kunjungan dewan dan pihak keamanan untuk kepentingan damai dan jaga kamtipmas, setelah itu janji-janji janji manis dan janji kesejahteraan disampaikan dan besoknya mereka lupa.

Masyarakat kecil di bawa kerja keras, kerja politik kami berhasil, namun mereka tetap kelak melupakan kami, saya salah satu korban kekerasan politik pasca pilkada Maybrat tahun 2017 menyampaikan harapan untuk pilkada di tahun 2024 ini, mohon masyarakat jangan tertipu dan pro dengan dengan kepentingan elit maybrat yang maju, mari kita sadar dan cerdas untuk memilih karena kekuasan kelak mereka raih, kekuasaan itu untuk ASN, untuk kontraktor, untuk keluarga dan istri anak-anak dari para elit, kekuasaan itu bukan untuk masyarakat kecil yang petani, saya harap Pilkada tahun 2024 ini berjalan dengan Aman dan Damai, dan jangan ada konflik dan kekerasan politik pasca pilkada yang terjadi antar sesama masyarakat.

—-

Selanjutnya Tim Redaksi Petarung kembali Berdiskusi dengan korban kekerasan politik PILKADA Maybrat tahun 2011, Ibu Petronela Isir Kampung Susumuk pasca terjadi PILKADA di tahun 2011, beliau salah satu pendukung Bernard Sagrim dan Karel Murafer atau SAMU, mama isir menyampaikan bahwa ketika terpilihnya bupati waktu 2011, kami pendukung SAMU dan kaki di kejar dan diintimidasi dan mendapat perlakukan kekerasan dari pendukung Agustinus Saa dan Andi Antoh.

Selanjutnya beliau sampaikan bahwa beliau di ancam sehingga beliau lari ke Kebun, tidur selama 2 hari pada waktu sore sekitar jam 4, saat kembali ke Kampung Susumuk, namun situasi tidak nyaman beliau masi di ancam lalu beliau menghindar kembali kebun untuk tidur di sana, tempatnya koheror yang begitu jauh dari kampung, di sana selama kurang lebih 1 hari dan saat kembali dari kebun

saat kembali dari kebun sesampai di kampung, saya didatangi di ancam dengan kata-kata dan caci maki dari pendukung Agus-Andi, saya di lempar dengan batu tela di kepala dan saya terima dan tidak membalas.

Saat kembali ke lokasi rumah, saya lihat rumah saya sudah dibakar oleh pendukung Agustinus Saa dan Andi Antoh, karena rumah sudah terbakar terpaksa yang ada di kepala hanya bagaimana untuk saya mengamankan diri dengan anak-anak.

Rumah kami di bakar oleh pendukung Agus-Andi, tidak di ganti rugi oleh Pemerintah, maupun Bupati yang mereka pilih dan dukung secara fanatik tahun 2011 silam.

Bahkan di tahun 2017, mulai menceritakan lagi pada tahun politik 2017 beliau salah satu pendukung Sagrim-Kocu pada waktu itu terpilih menjadi Bupati sehingga pendukung kalah pada pilkada 2017, pendukung dari Karel Murafer dan Yance Way mulai marah dan melakukan ancaman terhadap pendukung sako.

Saya juga diancam untuk kali ke dua, kami di ancam namun semua tidak terjadi seperti tahun 2011 yang rumahnya di bakar, waktu 2017 melihat rumah dari almarhum, Dance Saa dan Almarhum Dance Tahrin yang waktu itu di bakar oleh Pendukung Karel dan Yance.

Beliau memberi harapan untuk tahun 2024 ini bisa aman dan beliau menyampaikan dukungan politik tahun 2024 ketika calon bupati beliau mendung ketika terpilih jadi bupati harus memperhatikan beliau, dalam hal ini anaknya yang sementara ini masih mencari pekerjaan harus di urus jadi pegawai itu harapan beliau, jangan seperti tahun lalu 2011 yang terjadi kebakaran rumah dan beliau pun tidak di perhatikan oleh bupati yang pernah meraka dukung secara fanatik.

—–

kekerasan politik pasca pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Maybrat adalah PNS, Sarjana, kepala kampung bahkan pemuda dan masyarakat mereka bersatu dalam melakukan hal tersebut secara bersama-sama tanpa memandang Kemanusian dan keluarga yang sudah terjalin sejak nenek moyang Suku Maybrat.


Kekerasan tersebut terjadi karena para pendukung sudah terlalu fanatik, pada kandidatnya yang sudah termakan dengan isu jabatan atau kekuasan dan sara, isu tersebut dibuat oleh para elit politik dan kandidat untuk mendapat dukungan dari masyarakat.

Isu kekerasan dan konflik horisontal antar pendukung ini telah subur dan bertumbuh dengan baik di masyarakat. tanpa sadar kalau isu tersebut dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat dan generasi di Kabupaten maybrat, yang tak sadar isu ini merusak persatuan suku Maybrat dalam semangat iranya, ra anya dan semangat kekerabatan anu beta tubat.

Kerugian yang dialami dari kekerasan PILKADA di Kabupaten Maybrat ini sangat bervariasi sebagai berikut:


Bentuk Kekerasan pasca Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Maybrat
Bentuk kekerasan yang terjadi di Kabupaten Maybrat dalam dua kali pemilihan kepala daerah adalah di bagi menjadi dua bagi besar yaitu:


1 Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik ialah kekerasan Fisik Ialah kekerasan yang diterima oleh seseorang atau kelompok secara langsung atau nyata seperti pemukulan, pembakaran rumah, makian atau hujatan.


Pada Pemilihan Kepala Daerah Pertama Kabupaten Maybrat Tahun 2011 kekerasan fisik yang dialami oleh Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Maybrat dipotong oleh Masyarakat pada saat tahapan pleno penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Pembakaran Kantor KPU Kabupaten Maybrat di Kampung Kambuaya Distrik Ayamaru Timur,Pembakaran Rumah Warga di Kampung Susumuk,Kokas serta hamper tersebar di Kabupaten Maybrat.

Pada Pemilihan Kedua PILKADA Kabupaten Maybrat Maybrat Tahun 20217 Kekerasan Fisik yang dialami adalah Ketua dan Anggota KPU dan Bawaslu Kabupaten Maybrat yang di Kejar sampai dampaknya Ketua KPU Maybrat tidak menjalankan tugas dan diganti Ketua KPU Maybrat yang baru, Pembakaran rumah 3 (tiga), pengerusakan 3 (tiga) rumah di Kampung Susumuk dan serta masih banyak kekerasan lain yang dialami seperti kekerasan Verbal.

Kekerasan Verbal adalah kekerasan yang tidak alami secara langsung tetapi tidak ada kontak fisik seperti makian atau hujatan
Kekerasan Verbal yang dialami pasca pemilihan kepala Daerah dua Kali Tahun 2011 dan Tahun 2017 adalah makian, hujan, hinaan dan kata-kata kotor dan mengusir, tidak boleh tinggal di Kampung ini, karena hanya merusak masa depan Kabupaten Maybrat dll.

sedangkan Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,Bupati,dan Walikota menjadi Undang-undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang republic Indonesia. No.1 Tahun 2014 Tentang Gubernur, Gubernur,Bupati,dan Walikota Bab II, Asas dan Prinsip Pelaksanaan pasal 2 yang menyatakan” Pemilahan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, Umum, bebas, Rahasia, Jujur dan Adil adalah salah satu asas yang penting dibahas

Dan asas bebas artinya tindakan seseorang untuk memilih tanpa paksaan dari pihak siapapun dilakukan secara mendiri oleh orang tersebut. Asas ini sering tidak berjalan dalam PILKADA di Kabupaten Maybrat terutama bagi masyarakat yang berada di basis pendung kandidat yang dominan pendukung paslon tertentu, kadang masyarakat tidak menyalurkan hak pilihnya dengan baik karena mendapat intimidasi dan kekerasan fisik sehingga masyarakat bisa ikut memilih dan juga sebaliknya tidak mau ikut memilih.

—–

Tahun 2024 ini adalah tantangan, mengingat semua tahapan Pemilihan Kepala Daerah, bahkan sudah digelar dan sudah dilakukan Deklarasi Kampanye Damai pada tanggal 23 September 2024 di Alun-Alun Fait Mayaf Ibu Kota Kabupaten yang dibacakan lansung oleh setiap pasangan calon dan disaksikan oleh masyarakat siap kalah dan siap menang.

harapan dari kami tim redaksi Portal berita online (Petarungpapua.org) yang berkantor di wilayah Maybrat kami berkomitmen untuk ikut menjaga pilkada damai

semoga pernyataan kampanye damai itu adalah sebuah pernyataan yang bukan pernyataan kosong yang mudah dibaca dan dan sukar untuk dijalankan.

Pesta PILKADA akan berakhir pada tanggal 27 September 2024, kekuasaan akan bertahan hanya 5 tahunan, status ASN dan NIP berakhir setiap 40 tahun, namun kita ditakdirkan lahir sebagai orang Ayamaru, Aitinyo, Aifat dan Mare itu abadi, seharusnya nilai kekekalan yang kita jaga, melayani dengan cinta kasih, dan mengasihi sesama dengan tulus membangun maybrat ke arah yang lebih baik, keluarga tetap abadi sampai mati, Ingat Moto Maybrat Nehaf Sau,Bonot sau. (Tim Redaksi Petarung.org)