Oleh: Ebiss Marsal (*)
Di tengah kobaran semangat perlawanan kaum muda bangsa tertindas terhadap penindasan dan kolonialisme, negara sering kali merespons bukan dengan pemenuhan tuntutan keadilan, melainkan dengan membentuk organisasi-organisasi kontra-revolusioner yang berselubung sebagai “wadah aspirasi generasi muda”. Organisasi ini tampak seolah mendukung kebangkitan kesadaran kritis, namun sejatinya bekerja untuk menjinakkan, menyusupi, dan membelokkan arah perjuangan sejati menuju pembebasan nasional.
Bahaya laten dari organisasi semacam ini bukan terletak pada wajah ramahnya, melainkan pada peran utamanya sebagai alat kontrol ideologis. Dengan jargon โpersatuan nasionalโ, โpembangunan damaiโ, atau โgenerasi emas bangsa atau mitra strategis pemerintahโ, organisasi ini mengalihkan fokus kaum muda dari akar persoalan strukturalโyakni penindasan, kolonialisme internal, dan imperialisme kepada narasi-narasi semu yang menciptakan ilusi perubahan dalam bingkai sistem yang sama menindas.
Kaum muda yang memiliki energi, kemarahan, dan harapan akan perubahan, digiring menjadi bagian dari sistem yang justru mereka lawan. Mereka didorong untuk menjadi โagen perubahanโ dalam sistem kolonial, tanpa menyentuh struktur kekuasaan yang menindas bangsanya. Inilah bentuk paling berbahaya dari kontra-revolusi: penghancuran kesadaran melalui kooptasi, bukan represi terbuka.
Organisasi kontra-revolusioner ini sering diberi dukungan finansial, media, dan legitimasi politik oleh negara. Mereka mengklaim mewakili suara pemuda tertindas, padahal mereka hadir untuk melemahkan gerakan radikal yang tumbuh dari akar rakyat. Mereka mengaburkan perbedaan antara gerakan yang menuntut kemerdekaan sejati dengan reformisme semu yang hanya merias wajah penjajahan.
Jika dibiarkan, organisasi semacam ini akan menjadi vaksin penjinak bagi semangat revolusi. Ia tidak menghancurkan api perjuangan secara frontal, tetapi menyuntikkan dosis kompromi dan ilusi ke dalamnya hingga kaum muda lupa bahwa yang mereka perjuangkan bukan sekadar perbaikan, tetapi pembebasan total.
Maka, penting bagi setiap pemuda bangsa tertindas untuk mewaspadai jebakan ini. Kesadaran revolusioner harus terus diasah, dipertajam, dan dipelihara melalui ruang-ruang diskusi di luar kendali negara. Karena sejatinya, pembebasan tidak akan pernah lahir dari rahim sistem yang menindas, melainkan dari rahim perlawanan yang tulus, radikal, dan berpihak pada rakyat bangsa yang tertindas.
๐๐๐ฅ๐๐ฆ ๐๐จ๐ง๐ญ๐๐ค๐ฌ ๐๐๐ซ๐ฃ๐ฎ๐๐ง๐ ๐๐ง ๐๐๐ฉ๐ฎ๐ ๐๐๐ซ๐๐๐ค๐
Dalam konteks Perjuangan Rakyat Papua Barat (Kaum Muda) dalam menuntut Kemerdekaan sejak dekade 1960-an hingga hari ini, turut memainkan peran vital dalam perjuangan pembebasan nasional Papua Barat.
Mereka adalah: Mahasiswa yang membentuk Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), KNPB, MAI-P, SONAMAPPA, FNMPP, GARDA-P, Gerakan Mahasiswa Papua (GMP), dll, serta aktivis basis kampus, komunitas budaya, dan gereja yang menyuarakan ketidakadilan dan tuntutan hak menentukan nasib sendiri. Begitupun juga jaringan diaspora Papua di luar negeri yang terus mengangkat isu Papua ke forum internasional.
Kaum muda di Papua hari inilah yang kemudian menjadi motor dari kesadaran kolektif rakyat Papua tentang kolonialisme, eksploitasi, rasisme, dan hak untuk merdeka.
Disisi lain, Negara Indonesia dalam menghadapi semangat gerakan muda Papua yang semakin radikal dan sadar politik, negara Indonesia mengembangkan organisasi kontra-revolusioner sebagai alat untuk menjinakkan semangat tersebut. Contoh konkret di Papua antara lain:
Organisasi pemuda pro-NKRI yang dibuat untuk mengimbangi pengaruh KNPB dan organisasi perlawanan lainnya. Forum-forum rekayasa negara seperti โDialog Papuaโ, โPapua Muda Inspiratifโ, atau program-program seperti Papua Youth Creative Hub yang diluncurkan dengan dukungan langsung dari BIN (Badan Intelijen Negara), dan pemanfaatan elit lokal, dan pemuda binaan negara untuk menanamkan narasi โPapua damaiโ, โPapua sudah sejahteraโ, atau โPemuda Papua mitra strategis pemerintah.โ
Semua ini dikemas dengan wajah progresif dan persuasif, tetapi substansinya adalah kontra-revolusi ideologis: mengubah perlawanan menjadi integrasi, dan menggantikan tuntutan kemerdekaan dengan slogan pembangunan.
Dalam konteks Papua, kontra-revolusi tidak hanya hadir dalam bentuk kekerasan, tapi juga melalui penjinakan kesadaran pemuda: seperti Memberikan beasiswa, proyek pelatihan, atau posisi strategis untuk mengalihkan pemuda dari gerakan akar rumput. Dengan selalu mendorong narasi bahwa pemuda Papua harus menjadi โbagian dari solusiโ dalam sistem Indonesia, tanpa menggugat sistem kolonial itu sendiri, dengan merekayasa opini publik bahwa perjuangan kemerdekaan adalah โgerakan separatis yang mengganggu pembangunan.โ
Bahaya terbesar dari organisasi kontra-revolusioner adalah bukan karena mereka menyerang secara terang-terangan, tetapi karena mereka merusak dari dalamโdengan membelokkan arah perjuangan.
Dalam konteks Papua, inilah strategi kolonialisme modern yang, menggantikan peluru dengan proyek, mengganti penjara dengan beasiswa, dan mengganti represi dengan kooptasi.
Dengan demikian, organisasi semacam ini berfungsi sebagai โvaksinโ yang mematikan daya radikal perjuangan, bukan dengan represi, tetapi dengan ilusi perubahan dalam kerangka kolonial.
Maka, kaum muda bangsa Papua dan seluruh rakyat tertindas, harus terus mengasah kesadaran politiknya, menjaga garis perjuangan agar tetap pada tujuan utamanya: kemerdekaan sejati, bukan integrasi yang dibungkus kompromi. SALAM. “๐๐๐ก๐๐ข๐๐ฉ๐ ๐๐ฃ ๐๐๐ฃ๐๐ ๐ผ๐๐๐ฉ & ๐๐๐ฃ๐ช๐จ๐๐ ๐๐๐ฅ๐ช๐”
(*) Penulis adalah Aktivis Masyarakat Adat Independen – Papua Sorong Raya


