Oleh: Origenes Asmuruf (*)
Disetiap Gereja pasti terdapat anggota jemaat yang pengangguran, kerja serabutan, atau pengasilan tidak menentu. Ada yang profesi sebagai buruh, petani dan nelayan yang punya penghasilan tidak menentu tergantung musim. Ini menjadi tugas gereja juga bagaimana mencari solusi bagaimana jemaat yang bernasib seperti ini bisa memperoleh kehidupan layak dari segi ekonomi, bagaimana yang belum punya pekerjaan bisa dapat kerja, petani bisa sebagai petani profesional, nelayan demikian juga buruh pun sama.
Gereja pasti membutuhkan uang, itu biasanya melalui derma, diakonia, perpuluhan, sumbangan aksi, kas, dan peti pembangunan semua pemberian atau persembahan dari jemaat/umat yang datang guna menunjang pelaksanaan pelayanan pekerjaan Tuhan.
Bagaimana jemaat bisa memberi, jika mereka tidak punya penghasilan? Tanpa uang bisa saja pekerjaan Tuhan menjadi kendala. Pendeta atau pelayan Tuhan adalah manusia biasa yang punya berbagai macam kebutuhan, bagaimana kebutuhan hidupnya, makan minum, biaya pendidikan anak, biaya kesehatan semua itu berasal dari jemaat.
Sementara kebanyakan jemaat yang beribadah juga memiliki pendapatan yang pas pasan dan itu berpengaruh pada persembahan yang di berikan. Jika saja jemaat berpenghasilan yang banyak, maka akan berpengaruh kepada persembahan yang banyak juga atau begitupun sebaliknya.
Gereja dan majelis jemaat harus melihat hal ini (membangun ekonomi umat) , mengingat pendeta atau pelayan tidak hanya berhotbah pada khotbah spiritual semata. Tetapi harus juga melihat pada kondisi dan penghasilan atau pekerjaan jemaat, sebab kesejehteraan umat atau jemaat itu juga menjadi perhatian pendeta.
Pendeta/pastor memang tidak memberi uang kepada umat atau jemaat. Lembaga gereja atau sinode secara langsung tidak memberi uang atau membuka lapangan pekerjaan kepada jemaat. Namun pendeta dan lembaga gereja atau klasis atau sinode bisa mendorong umat melalui program pemberdayaan ekonomi kerakyatan, bisa saja dengan seruan atau himbauan kepada umat atau jemaat bagaimana meningkatkan pendapatan/hasil dengan bekerja keras.
Melaui sinode dengan dana dari umat atau jemaat bisa diatur baik guna memberikan pelatihan-pelatihan kewirausahaan kepada jemaat sehingga jemaat/umat memperoleh pengetahuan dan keahlian dalam hal kewiraushaan. Keahlian yang telah didapatkan melalui pelatihan bisa di gunakan untuk mengolah sumberdaya atau potensi yang ada sebagai sumber pemasukan bagi umaat demi meningkatkan kesejehteraan bagi mereka sebagai umat Tuhan.
Pada umumnya pendeta/pastor yang menjadi pelayan gereja adalah orang-orang terdidik dan berpengetahuan tinggi. Pengurus gereja di tingkat keuskupan atau sinode juga adalah orang-orang yang tidak diragukan kemampuanya.
Dengan demikian maka harus peka dan jeli melihat situasi kesejahteraan para jemaat. Jika saja jemaat yang belum mendapat pekerjaan atau sebagai penganguran perlu di cari solusi, dengan melaui program pemgembangan ekonomi kepada jemaat yang mengangur atau belum punya pekerjaan.
Sinode setiap gereja perlu membangun jaringan dan membuka akses pasar sehingga hasil produksi dari jemaat atau umat bisa laku atau di beli sehingga jemaat atau umat bisa mendapatkan uang serta meningkatkan pendapatan..
Gereja juga bisa membuka industri rumah tangga skala kecil dan menengah kemudian bisa melibatkan jemaat atau umat bisa bekerja sehingga memperoleh penghasilan dan kemudian hasil itu bisa mendukung pelayanan pekerjaan Tuhan.
Banyak tugas dan pelayanan gereja yang belum tuntas dengan hanya refleksi telogia gereja sebagai pelayanan yang suci yang disucikan oleh manusia untuk kepentingan dan intrik tertentu. namun itulah sejarah gereja dan sejarah tetap sejarah dan biarkan tetap begitu, semoga gembala umat mampu merefleksikannya dan perlu didiskusikan apakah dibalik telogia yang mengharamkan penghisapan umat atau atau telogia yang memberi pembebasan bagi umat
jika telogia hanya akal bulus intelektual yang beragama sehingga membiarkan praktek penghisapan, atas nama pelayanan pekerjaan Tuhan, malaikat dan surga yang dirindukan, maka kita adalah penjajah umat kita sendiri dalam sebuah praktek telogia yang tidak membawa umat dalam sebuah telogia yang tidak membebaskan umat. gereja juga punya sebuah refleksi sejarahnya sendiri, tidak perlu pakai uang pun, kita akan ibadah dengan batin yang baik, asal ibadah dikerjakan untuk Tuhan. dan surganya yang dirindukan, namun sayang pelayanan juga butuh uang dan uang itu didapat dari pemberian umat dan haru kita catat dan kita ingat tidak semua umat memiliki pekerjaan dan pendapatan yang cukup dan gereja harus peka melihat hal ini.
kepentingan surga tidak bisa dikerjakan oleh manusia, manusia hanya membawa tubuh jiwa roh, kekuatan dan segenap akalbudi untuk merenung, merefleksikan dan memahami peristiwa telogia yang harusnya membebsakan. bukan telogia yang menipu dan halalkan praktek penghisapan didalamnya karena Tuhan tidak perlu uang, kita gembala siding dan majelis jemaat yang perlu uang derma itu. Untuk perluasan pekerjaan Tuhan. Jadi jangan kita menjadikan jalan pekaran injil sebagai sumber mencari pendapatan. Itu bukan urusan surga, itu praktek penghisapan umat sebagai sapi perahan atas nama pekerjaan Tuhan itu harus di tentang. Gereja harus memberi dampak dan gereja harus mensuport pengembangan ekonomi umat.
Pekerjaan Tuhan yang ril itu bukan hanya ibadah dan persembahan, namun lebih dari itu mengusahakan kasih, sukacita dan damai sejatera. bukan kita usahakan pemberiaan yang meningkat tapi kita buta huruf dalam usahakan pengembangan ekonomi umat. Cukup kita menipu rakyat dengan pembangunan, cukup kita menipu rskyat karena ekonomi, cukup kita menipu rakyat dengan politik, cukup kita menipu rakyat dengan dana desa, cukup kita menipu rakyat dengan hibah, namun ingat jangan perna kita tipu rakyat untuk pekerjan Tuhan. Gereja harus ikut andil berdayakan ekonomi umat. SALAM
(*) Penulis Adalah Pengusaha Muda Papua diwilayah Papua Selatan