Sorong, Petarung.org- Pedagang asli Papua yang tergabung dalam Forum Pedagang Mama-mama Papua Mandiri Klademak, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Menggelar aksi demontrasi damai di depan kantor Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) Provinsi Papua Barat Daya (PBD). Selasa, (15/4/2025).
Robertus Nauw salah satu perwakilan senior di lingkungan klademak mengatakan, Marginalisasi adalah upaya mencegah individu atau kelompok dari partisipasi penuh dalam kehidupan di bidang ekonomi yang tidak dapat dinikmati oleh masyarakat luas. dan marginalisasi adalah proses penghambatan pencapaian atas pendapatan dan kemajuan mencari nafkah. Selalu membatasi yang lemah, membuat sehingga masyarakat berada di pinggir kedudukan sosial
ruang hidup orang Papua yang terus mengalami margginalisasi di Kota Sorong. Situasi ini terjadi di Provinsi Papua, Papua Barat yang kemudian ‘pecah’ lagi menjadi Provinsi Papua Barat Daya. Walau masih berusia 2 tahun (seumpama balita), yang ingin saya tekankan orang asli Papua di Kota Sorong PBD terus kehilangan ruang-ruang hidup sehingga cenderung memilih kerja serabutan demi bertahan hidup.
“Akademisi Universitas Papua (Unipa), DR. Agus Sumule dengan mengutip data BPS Kota Sorong (2023) ia mencatat, jumlah orang asli Papua di Kota Sorong saat ini hanya berkisar 27,48 persen dari total penduduk 294 ribu lebih. masa dengan manusia yang persentase begini pemrintah tra mampu damping mereka dengan program pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,” ujarnya.
ia menambahkan, beberapa realitas marginalisasi orang asli Papua di Kota Sorong. Kota yang menjadi gerbang utama masuknya kaum migran dan barang melalui jalur laut dari luar ke tanah Papua. Namun penduduk asli Papua kian tergilas dari potensi, pusaran dan dinamika ekonomi-politik di kota ini.
“Stikma negatif bahwa orang asli Papua malas, pencuri, pemabuk dan lain-lain sebenarnya hanya stikma yang sengaja dilebelkan bagi suku tertentu, di alamatkan bagi sub suku tertentu untuk tujuan tertentu,” ujarnya
ia menambahkan, di Kota Sorong selalu kita dengar stikma tentang suku, Maybrat, Imian, Sawiat, Moi, Imeko dan suku suku asli Papua di Sorong selalu di ruang-ruang publik di media sosial selalu menjual kemiskinan ekstrim orang asli Papua untuk tujuan-tujuan tertentu.
Dalam hal ini, suku yang paling dirugikan adalah sudara-sudara kita dari Imeko terutama sub suku Kokoda, mereka selalu dilebeli dengan stikma buruk di kota ini. dan mereka sangat susah bangkit dari keterpurukn dan stikma negative ini, mereka seakan pasrah menerima fakta hidup ini bahwa mereka memang negatif.
“Padahal kalo kita lihat pemerintah yang tidak punya seksama dan upaya yang terukur untuk majukan ekonomi, sosial budaya dari setiap suku asli ini, jelas sangat miris karena tidak satupun program pemerintah yang mampu menyentuh dan membangun kemandirian ekonomi orang asli Papua secara berkelanjutan,” ujarnya.
Pedagang asli papua selalu siap menerima program pemerintah yang sifatnya membangun dan memperdayakan masyarakat, sebagai pelaku pasar, namun dengan pola pendampingan tepat dan pemberian bantuan yang tepat sasaran.
Aksi pedagang ini berlangsung damai dan disambut baik oleh pimpinan dinas Koperindag Provinsi Papua Barat Daya dan jajarannya. setelah menerima tuntutan massa aksi.
Pihak pimpinan Koperindag, Dr. Drs. Suardi Thamal, MM. Menyatakan bahwa, dirinya dan seluruh jajarannya bisa merasakan penderitaan mama-mama Papua dalam hal kerja serabutan dan mengurus dagangan mereka untuk membangun ekonomi keluarga mereka.
“Saya sudah mengabdi 40 tahun untuk tanah ini, dan saya melihat kondisi ekonomi mama mama memang miris, namun sebagai pegawai negeri sipil kita kerja ada aturan soal mekanisme anggaran, supaya saya tidak asal bantu dan saya kena masalah dan mama-mama juga jangan kena masalah,” ujarnya.
ia menjelskan agar mama-mama sabar kita harus hitung regulasinya baik dulu baru kita salurkan bantuan, itu alas an program ini kenapa tidak jalan optimal semua uang harus ada aturan dulu baru dicarikan.
di hadapan massa aksi, dirinya berjanji soal bantuan untuk pembangunan lapak jualan pinang dan beberapa tuntutan akasi massa akan kami wujudkan.
“Semua itu kita tunggu kordinasi dan petunjuk dari gubernur seperti apa dan kami akan tindaklanjuti,” ujarnya.
Setelah mendengar tanggapan pihak dinas dan massa aksi membubarkan diri dengan tertib (CR1)